Sinergi dengan Stakeholder, DPD RI Dorong Percepatan Pembangunan Perumahan di Indonesia

DPD RI – Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan terpuruknya pelbagai sektor ekonomi dalam negeri, tidak terkecuali sektor properti. Padahal sektor ini mampu mendorong pemulihan perekonomian nasional melalui penyerapan tenaga kerja dan peningkatan nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Terlebih sektor ini juga menjadi penggerak bagi sekitar 175 industri terkait.

Untuk itu, DPD RI, melalui Komite IV, secara khusus menggelar Focus Group Discussion (FGD) DPD RI dengan tema ‘Mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional Melalui Sektor Perumahan’, yang digelar kombinasi online dan offline, di Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/12/2020).  

FGD tersebut mempertemukan semua stakeholder terkait. Mulai Wakil Presiden Republ;ik Indonesia, Ketua DPD RI, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Keuangan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Direksi Himbara (Himpunan Bank Negara), dan DPP Real Estate Indonesia (REI).  

Wapres RI KH Ma’ruf Amin menegaskan bahwa keluarga adalah madrasah pertama bagi anak-anak. Sehingga dukungan lingkungan sehat memiliki peran penting dalam tumbuh kembang dan pembentukan karakter mereka.

“Oleh sebab itu pembangunan perumahan yang baik, tidak hanya penting bagi ekonomi tetapi juga mampu membantu membentuk karakter bangsa. Dukungan semua pihak terhadap sektor perumahan tak pernah surut dilaksanakan, tetapi masih banyak yang harus dilakukan,” ujar Ma’ruf Amin. 

Ketua Komisi IV DPD RI Sukiryanto mengungkapkan bahwa di era pandemi, sebenarnya pemerintah telah melakukan berbagai langkah strategis. Namun hal tersebut masih belum cukup dan perlu ditingkatkan di tahun depan.

Beberapa program yang menurutnya perlu ditingkatkan adalah program subsidi kredit kepemilikan rumah, subsidi uang muka, hingga bantuan stimulus swadaya. Selain itu, peningkatan kuota KPR, FLPP dan SSB juga harus dilakukan. “Upaya ini sekaligus untuk menekan backlog atau kekurangan hunian yang saat ini telah mencapai  11 juta sampai 12 juta unit,” ujar Sukiryanto.

Agar serapan bisa maksimal, ia berharap kuota pembiayaan perumahan subsidi tidak hanya diberikan dan difokuskan kepada perbankan plat merah besar, tetapi juga untuk Bank Pembangunan Daerah (BPD). Karena BPD dianggap lebih mengerti tentang keinginan dan kondisi di daerah.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum DPP REI Totok Lusida mengungkapkan, ada beberapa catatan yang menjadi usulan DPP REI kepada pemerintah agar besaran backlog perumahan sebanyak 13 juta unit bisa dikejar.  

Di antaranya adalah adanya tambahan kuota rumah subsidi melalui skema Subsidi Selisih Bunga (SSB) sebanyak 130 ribu unit. Membuka akses kredit perumahan kepada seluruh segmen. Karena selama pandemi, perbankan sangat selektif dan membatasi konsumen rumah MBR hanya untuk ASN, TNI, Polri, karyawan BUMN dan karyawan swasta yang memiliki penghasilan tetap. Sementara untuk karyawan informal tidak ada yang memperhatikan.

“Selain itu, pemerintah juga harus mengembalikan definisi MBR ke gaji pokok dan bukan lagi take home pay agar bisa direalisasikan di seluruh Indonesia. DPP REI juga meminta penundaan angsuran MBR selama masa pandemi Covid-19, yaitu selama enam bulan serta mendorong segera terealisasinya program tabungan perumahan rakyat atau Tapera untuk pembangunan rumah ASN, bekerjasama dengan pemerintah daerah terkait,” tegas Totok Lusida.

 

 

Menanggapi hal tersebut, Menteri PUPR Basuki Hadimoeljono menegaskan bahwa pemerintah telah menetapkan target pembangunan hunian di tahun 2021. Untuk pembangunan rusun misalnya, ditarget mencapai 8.283 unit dengan anggaran sebesar Rp 4,16 triliun. Rusun tersebut tersebar di wilayah di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat serta Papua dan beberapa wilayah lainnya.

“Untuk pembangunan rumah umum dan komersial tahun depan ditarget mencapai 40 ribu unit dengan anggaran Rp 410 miliar, bantuan rumah swadaya sebanyak 114.900 unit yang tersebar di 33 provinsi dengan anggaran Rp 2,51 triliun,” ujarnya.

Selain itu, pembangunan rumah khusus juga ditarget mencapai 2.423 unit dengan anggaran Rp 610 miliar. Pembangunan rumah khusus ini di antaranya berada di kawasan perbatasan seperti di kabupaten Banjar Baru, kabupaten Morowali, kabupaten Konawe Selatan dan kawasan terdampak bencana.

Terkait target penyerapan bantuan pembiayaan perumahan tahun 2021, Basuki menyatakan mencapai sebesar Rp 21,6 triliun. Dengan perincian, melalui program FLPP sebesar Rp 16,6 triliun dengan jumlah unit 157,500 unit, SBUM sebesar Rp 600 miliar dengan jumlah hunian sebanyak  157.500 unit dan BP2BT sebesar Rp 1,6 triliun dengan jumlah 54,566 unit. Sementara fasilitas pembiayaan perumahan melalui program Tapera sebesar Rp 2,8 triliun dengan jumlah 25.380 unit dari dana masyarakat.

Nilai tersebut naik dibanding realisasi serapan di tahun 2020. Total anggaran 2020 mencapai Rp 13,23 triliun dengan jumlah 550 ribu unit. Sedangkan realisasinya mencapai sebanyak  316.656 unit atau sebesar Rp 11,54 triliun. 

“Pemerintah berkomitmen untuk mendorong kinerja sektor ini sehingga target sebanyak 70 persen masyarakat memiliki akses terhadap perumahan dan pemukiman layak, aman, serta terjangkau bisa tercapai di tahun 2024 dari posisi tahun 2019 yang hanya sekitar 56,75 persen,” tegasnya.

Di tempat yang sama, Ketua OJK Wimboh Santoso sangat memahami keingingin REI agar suku bunga bank komersial dapat turun di kisaran angka 6 persen, seiring penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia di angka 3,5 persen. “Memang saat ini suku bunga di angka 12 hingga 13 persen tidak kompetitif. Seharusnya diangka 9 sampai 9,5 persen,” tukasnya.     

Sementara itu, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti LaNyalla berharap FGD tersebut melahirkan sebuah gagasan yang dapat bermanfaat bagi sektor perekonomian Indonesia, khususnya dalam bidang properti. Sebab menurut Ketua DPD, di forum ini terjadi kolaborasi dan pertemuan langsung beberapa entitas dan pemangku kebijakan di sektor keuangan dan perumahan serta pertanahan.(*)