DPD RI – Guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat kepulauan dan pesisir, DPD RI menginisiasi lahirnya Rancangan Undang-Undang Daerah Kepulauan. RUU tersebut sudah masuk dalam daftar Prolegnas Tahun 2021. Menurut Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, ada 9 substansi dalam RUU tersebut.
9 Subtansi tersebut disampaikan dalam Seminar Nasional Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (Aspeksindo) yang berlangsung di Jakarta, Rabu (31/3/2021).
Selain Ketua DPD RI, seminar juga dihadiri sejumlah Senator, yakni, Fachrul Razi (Aceh), Badikenita Putri (Sumut), Bustami Zainuddin (Lampung) dan Alexander Fransiscus (Babel). Tampak hadir pula Gubernur Kaltara Zainal Arifin Paliwan dan Ketua Umum Aspeksindo Abdul Gafur Mas’ud yang juga Bupati Penajam Paser, Kaltim, serta Direktur Kompas Gramedia Rusdi Amral.
“Kita di DPD RI bersyukur karena Rancangan Undang-Undang Daerah Kepulauan masuk dalam daftar Prolegnas Tahun 2021. RUU inisiatif DPD RI itu, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kepulauan dan pesisir,” tutur LaNyalla.
Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, jika dibaca dengan seksama, Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Kepulauan memiliki 9 subtansi penting.
“Substansi yang pertama adalah perhatian khusus atas paradigma pembangunan maritime based, selain paradigma land based yang sudah ditentukan oleh pemerintah saat ini. Karena faktanya, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia,” tutur LaNyalla.
Mantan Ketua Umum Kadin Jawa Timur itu melanjutkan, substansi kedua adalah jaminan pemenuhan kebutuhan fisik dasar dan perlindungan dari cuaca buruk/ekstrem. Hal ini termaktub dalam Pasal 37 ayat 2.
“Sementara substansi ketiga adalah layanan pendidikan dasar dan menengah serta kesehatan yang ditanggung negara. Dan substansi keempat, adalah pendanaan khusus melalui Dana Khusus Kepulauan. Hal ini termaktub dalam Pasal 27,” jelasnya.
Pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum PSSI itu menambahkan, substansi kelima dalam RUU ini mengatur Konsep Dana Khusus Kepulauan (DKK) dengan besaran minimal 5 persen dari Dana Transfer Umum yang berasal dari Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil, seperti diatur dalam Pasal 30.
“Yang menjadi substansi keenam adalah pengaturan penerbitan izin usaha perikanan tangkap, izin pengadaan kapal tangkap ikan, pendaftaran kapal tangkap untuk bobot kapal di atas 30 sampai 60 gross tonase, dan penerbitan izin usaha pemasaran serta pengolahan hasil perikanan lintas daerah kepulauan, yang mana menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi kepulauan, seperti diatur dalam Pasal 13 ayat 1,” terangnya.
Sementara substansi ketujuh mengatur tentang kewenangan tertentu dalam bidang energi dan sumber daya mineral dan tertulis di Pasal 15.
“Pada substansi kedelapan, RUU itu mengatur tentang kewenangan dalam bidang perdagangan antar pulau skala besar, yang diatur dalam Pasal 18. Sedangkan substansi kesembilan menyangkut konsepsi bahwa Pulau-Pulau Kecil Terluar atau PPKT, adalah Aset Strategis Nasional sebagai penguat kedaulatan NKRI, seperti diatur dalam Pasal 38 RUU tersebut,” jelasnya.
Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu yakin dengan sembilan substansi yang ada, RUU tentang Daerah Kepulauan tersebut sudah mengakomodasi dan memberi jalan keluar beberapa persoalan yang dialami oleh pemerintah daerah kepulauan dan pesisir.
“Termasuk persoalan rendahnya Indeks Kemandirian Fiskal di daerah yang bercirikan kepulauan. Tinggal bagaimana kita berjuang untuk memastikan RUU tersebut dapat menjadi Undang-Undang di tahun ini. Mengingat banyaknya RUU yang masuk dalam Prolegnas 2021, baik RUU inisiatif DPR RI, Pemerintah maupun DPD RI,” katanya.
LaNyalla juga menyampaikan jika dukungan dari ASPEKSINDO sangat diperlukan. Sebab, bagi pemerintah pusat, RUU tersebut membawa konsekuensi peningkatan jumlah dana yang harus ditransfer ke daerah.
Di Indonesia sendiri terdapat 8 Provinsi dan 85 Kabupaten dan Kota yang bercirikan daerah kepulauan dan pesisir pantai. 8 Provinsi tersebut adalah Kepulauan Riau, Bangka Belitung, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara. (*)