Sejumlah Pakar Beri Masukan tentang Revisi UU Perikanan, Garis Bawahi Perlindungan Ekosistem

DPD RI – Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia.

Berdasarkan penelitian Tim FPIK IPB, Indonesia menempati posisi kedua terbesar dengan ekosistem pesisir laut paling beragam.

Terdapat 574 jenis karang karas, 45 jenis mangrove, 1500 jenis krustasea, 2500 jenis ikan teleostei, 12 jenis lamun dan 2000 jenis moluska.

Landasan aturan laut Indonesia sudah terdapat dalam Amanat UUD 1945 Pasal 33 (3). Kemudian, dibuat undang-undang No. 31 pada 2004 yang mengatur tentang perikanan.

Selanjutnya, UU tersebut direvisi karena belum sepenuhnya mampu mengatasi perkembangan teknologi dan kebutuhan hukum dalam rangka pengelolaan pemanfaatan potensi Sumber Daya Ikan (SIA) yang dikenal dengan UU No. 45 tahun 2009.

11 tahun berlalu, masih relevankah untuk menerapkan undang-undang ini?

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RPDU) Komite II, Senin (8/10/2021), diulas mengenai perubahan UU tersebut.

Rapat ini dipimipin oleh Bustami Zainuddin (Dapil Lampung) Wakil Ketua 2 Komite II. Rapat digelar di Ruang Majapahit, Lantai 3, Gedung B DPD.

Narasumber pertama, Kepala Divisi Sumberdaya dan Wilayah Perikanan Tangkap IPB Prof. Dr. Ari Purbayanto, M.Sc mengatakan saat ini ekosistem laut masih belum terjaga dengan baik.

“Kita memiliki terumbu karang, lamun, dan mangrove yang menopang 90 persen sumber daya ikan,” ujar Ari.

 

 

‘Saat ini, ekosistem laut terancam rusak sehingga kita semua memiliki tanggung jawab. Bukan hanya ikannya (yang diatur undang-undangnya), tetapi juga lingkungannya,” lanjut Ari.

Narasumber dari IPB, Dr. Yonvitner, M.Si, menyampaikan lima poin penting untuk masukkan RUU Perikanan.

Lima poin tersebut adalah: penguatan aturan limited entry (pembatasan jumlah penangkapan), mendorong LLRF (legal, reported, and regulated fishing), melibatkan banyak stakeholder (multiplatform), mengubah sentralistik menjadi desentralistik, dan mengubah lokal menjadi glocal (global dan lokal).

“Kebijakan itu memudahkan, bukan menyulitkan, dan akan mengurai kesulitan dengan mudah,” tutur Yonvitner.

Narasumber yang hadir secara virtual, Prof. (RIS). DR. IR. Sonny Koeshendrajana, M.Sc, turut menyampaikan masukan mengenai RUU Perikanan.

Menurut Sonny, pengelolaan sumber daya harus memberikan manfaat di bidang ekonomi, sosial-politik, serta lingkungan.

“Saya jelaskan, pengelolaan merupakan pemanfaatan, pendayaan, dan pengaturan. Dalam perikanan, bukan sekedar ‘teknis’ tetapi juga diperlukan cara pandang keterkaitan sistem sosial ekologi,” kata Sonny. (*)

Sumber foto: IDN News