RDP Pansus UU Cipta Kerja, Senator Aji Mawar Utarakan Aspirasi dan Kritik Masyarakat

DPD RI – Panitia Khusus (Pansus) Undang-Undang Cipta Kerja DPD RI mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian di Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada Selasa, 7 Juni 2022 sore.
 
Rapat yang membahas inventarisasi materi UU tentang Ciota Kerja ini dipimpin oleh Ketua Pansus Ciptaker Alirman Sori. Staf Ahli I Kemenko Bidang Perekonomian Elen Setiadi hadir secara virtual dalam rapat tersebut.
 
Meskipun bukan dari latar belakang pendidikan hukum, Anggota DPD RI Dapil Kaltim Aji Mirni Mawarni tetap menyuarakan pendapatnya dalam rapat tersebut. Ia menyampaikan dari masukan serta kritik masyarakat yaitu terkait substansi UU Cipta Kerja.
 
Sebelumnya, Elen menyampaikan tidak ada perbaikan dalam sisi subtansi. Sehingga, Aji Mawar mempertanyakan secara detail maksud dari perkataan tersebut.
 
 
 
 
“Tetapi apakah Pemerintah juga menerima kritikan terhadap substansi-substansi yang dimaksud. Maksud saya, di antaranya dari akademisi, keberatan terhadap isi beberapa substansi yang ada di dalam Undang-Undang Cipta Kerja,” ujar Aji Mawar.
 
Tanggapan Elen Setiadi selaku perwakilan dari pemerintah merespon pertanyaan dari Aji Mawar. Menurutnya, detail substansi akan diturunkan dan dirincikan dalam Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), bahkan Peraturan Menteri (Permen).
 
 
 
 
Namun, yang menjadi masalah adalah terdapat inkonsistensi antara sistem dan regulasinya, sekalipun di daerah.
 
“Kita tidak menyelesaikan dengan merubah normanya, tetapi memperbaiki dari sistemnya dan regulasi turunannya,” kata Elen.
 
Elen menambahkan, pihaknya juga menyiapkan transisinya. Sebagai contoh, dalam UU Ciptaker sudah tidak ada istilah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) melainkan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
 
Dalam IMB, ada retribusi yang ditetapkan oleh Perda. Akibat perubahan nama tersebut, beberapa daerah terpaksa menghentikan layanan lantaran tidak menerima retribusi.
 
“Oleh karena itu, kita jembatani bahwa berdasarkan regulasi yang ada, di payung Undang-Undang, sepanjang itu belum dilakukan penyesuaian, dia tetap masih dapat melakukan pungutan dengan nomenklatur baru,” tutur Elen. (*)