DPD RI – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Haedar Nashir meminta Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti untuk meneruskan gagasan agar negara ini kembali kepada Sistem Bernegara dengan asas dan sistem Pancasila. Adapun asas tersebut selama ini telah diinisiasi oleh DPD RI.
Hal itu dikatakan Prof Haedar Nashir saat menerima kunjungan AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dan sejumlah anggota DPD RI di Gedung PP Muhammadiyah, Salemba, Jakarta, hari ini.
“Teruskan dan lanjutkan saja gagasan yang baik ini. Pakai saja saluran-saluran resmi untuk menyuarakannya,” kata Haedar Nashir.
Menurut Haedar Nashir, ada titik temu antara gagasan yang berbentuk proposal kenegaraan perbaikan sistem bernegara hasil telaah DPD RI dengan kajian-kajian yang dilakukan Muhammadiyah.
“Kami juga sudah mengkaji cukup lama soal bangsa ini, dan banyak titik temu yang mendasar antara kajian kami dan tinjauan dihasilkan DPD RI,” ujarnya.
Dia menjelaskan Muhammadiyah melakukan kajian yang dihimpun dalam buku ‘Revitalisasi dan Karakter Bangsa’ pada 2007. Kajian selanjutnya dituangkan dalam buku ‘Indonesia Berkemajuan: Rekonstruksi Kehidupan. Kebangsaan yang Bermakna’ pada 2014.
“Terakhir kajian kami pada tahun 2015, Muhammadiyah menghasilkan dokumen resmi negara Pancasila Darul Ahdi Wa Syahadah. Ijtihad kontemporer Muhammadiyah itu berangkat dari situasi terkini di tubuh bangsa Indonesia, sekaligus penegas identitas keislaman dan keindonesiaan,” tutur Haedar.
“Bahkan ketika yang lain menyebut NKRI, mungkin hanya Muhammadiyah ormas satu-satunya yang menyebut Indonesia negara Pancasila,” sambungnya.
Pancasila sebagai Darul Ahdi, katanya, berarti negeri yang bersepakat pada kemaslahatan. Tidak cukup di situ, menurutnya, Pancasila juga sebagai wa syahadah berarti negeri kesaksian dan pembuktian bahwa umat harus berperan aktif dalam pemahaman, penghayatan, dan implementasi sehari-hari.
Lewat adanya konsep Pancasila sebagai darul ahdi wa syahadah, lanjutnya, Muhammadiyah telah menemukan titik temu antara ke-Islam-an dan kehidupan berbangsa.
“Sehingga agama menjadi ruh spiritual dalam kehidupan bernegara. Karena bangsa ini super majemuk atau Bhineka Tunggal Ika,” jelasnya.
Muhammadiyah turut mengapresiasi reformasi. Di mana saat itu inti reformasi sebenarnya adalah soal peninjauan masa jabatan presiden.
“Karena memang problemnya selama Orba adalah penyalahgunaan kekuasaan,” tuturnya.
Dia mengatakan tapi kemudian yang terjadi, ternyata reformasi perubahannya kemana-mana. Bahkan hal yang fundamental diubah.
“Misalnya pada saat yang sama, reformasi hasilkan Mahkamah Konstitusi yang 9 orang tapi menentukan semuanya. Ini paradoks bagi Muhammadiyah,” jelasnya.
Lanjutnya, paradoks kedua ketika semuanya takut pada presiden yang kuat karena merasa dipilih oleh rakyat secara langsung.
“Dan tidak ada yang mengontrol karena tidak ada MPR. Seharusnya DPR dapat mengontrol, tapi nyatanya karena ada koalisi, lalu oligarki, dan akhirnya tidak bisa juga,” ungkapnya
Menurutnya, saat ini, perjalanan reformasi sudah jauh, sudah banyak yang menikmati. Makanya perlu proses lama untuk mewujudkan perubahan fundamental. Tapi gagasan ini, kata Haedar, harus diupayakan terus.
Sedangkan terkait MPR, lalu DPR juga dari perseorangan selain parpol, utusan daerah dari unsur raja dan sultan serta masyarakat adat serta utusan golongan ormas dan profesi, Haedar meminta hal itu bisa saja diperjuangkan sebagai sebuah proposal penyempurnaan dan penguatan sistem.
“Saya kira suarakan saja perubahan ini. Asalkan dilakukan sebaik mungkin dan yang penting MPR harus menjadi representatif sebagai penjelmaan rakyat, seluruh elemen. Tentu saja nanti teknis nomenklaturnya saja yang perlu disesuaikan dan diperbaiki,” katanya.
Sementara itu, LaNyalla mengatakan pertemuan tersebut merupakan wujud silaturahmi untuk membangun kesadaran kolektif bersama seluruh komponen bangsa dan mendorong terwujudnya Konsensus Nasional. Hal itu agar bangsa dan negara kembali kepada sistem bernegara dengan asas sistem Pancasila.
“Maksud utama dari kedatangan kami hari ini, adalah untuk menyerahkan Naskah Akademik Proposal Kenegaraan DPD RI tentang penyempurnaan dan penguatan sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa. Tentu kami berharap mendapat masukan dan dukungan dari Muhammadiyah, sebagai organisasi masyarakat yang telah terbukti memberikan sumbangsih yang sangat besar bagi lahirnya Indonesia dan pembangunan Indonesia,” kata LaNyalla.
Sebagai informasi, LaNyalla didampingi anggota DPD RI asal Jambi Muhammad Syukur, anggota DPD RI asal Kalimantan Selatan Habib Pangeran Syarif Abdurrahman Bahasyim, Sekjen DPD RI Rahman Hadi, Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin, ekonom Dr Ichsanuddin Noorsy, dan dosen FISIP UI Mulyadi.
Jajaran PP Muhammadiyah yang hadir antara lain selain Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, hadir pula Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas, LHKP PP Muhammadiyah Ilham S, LHKP PP Muhammadiyah Arif Budiman, dan Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah Abdurrahim Gazali. (*)