Kunjungan Kerja II DPD RI: Advokasi Konflik Masyarakat Adat dan PT Lisindo Sentosa di Nagekeo

DPD RI – Komite II DPD RI Kembali melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan, sekali ini atas aspirasi dan aduan masyarakat adat Kabupaten Nagekeo, Provinsi NTT, melawan PT Lisindo Sentosa, terkait tanah ulayat. Hal ini dilakukan pada masa sidang V, Tahun Sidang 2021-2022 DPD RI.

Setibanya di Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur, rombongan kunjungan kerja (Kunker) advocacy Komite II DPD RI yang dipimpin oleh Senator Dr. Ir. Abdullah Puteh langsung menuju ke Kantor Bupati Nagekeo, NTT. Diterima oleh Wakil Bupati, Marianus Waja dan Sekretaris Daerah Lukas Mere.

Selanjutnya melangsungkan pertemuan dan percakapan dengan Pemerintah Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur, bersama dengan masyarakat adat, PT Lisindo Sentosa, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktur Teknik dan Lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Badan Pertanahan Negara. 

Wakil Bupati Marianus Waja, dalam sambutannya menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Nagekeo, NTT berkomitmen untuk membangun dan membantu masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan. Karena itu, kunjungan kerja advocacy Komite II DPD RI, diapresiasi sambal menitipkan aspirasi masyarakat Kabupaten Nagekeo atas keinginan mereka memiliki bandara sendiri dan Pelabuhan yang representatif.

Sementara Wakil Ketua Komite II sekaligus Ketua Rombongan Kunjungan Kerja Advocacy, Dr. Abdullah Puteh yang juga mantan Gubernur Aceh, menegaskan bahwa DPD RI yang lahir dari amandemen ketiga UUD 45, selalu berupaya hadir membawa solusi.

Kedatangan dan kunjungan kerja sekali ini, juga berusaha memediasi masyarakat adat dan PT Lisindo  untuk menemukan solusi secara kekeluargaan. Ini sesuai dengan fungsi dan amanat DPD RI untuk menyalurkan aspirasi masyarakat di daerah;

Selanjutnya pertemuan kekeluargaan dan advocatif dipandu Senator Angelius Wake Kako (NTT), yang juga menegaskan bahwa posisi dirinya adalah saluran aspirasi rakyat. Dan itu, menurutnya adalah pesan sponsor yang nyata dan tegas, karena posisinya didapat melalui dukungan penuh rakyat dan tidak boleh diabaikannya. Namun, dalam rangka kunjungan kerja sekali ini, beliau menegaskan, berusaha sedapat mungkin untuk menemukan kata sepakat secara kekeluargaan agar solusi yang tepat dan komprehensif dapat ditemukan.

Direktur Kementerian LHK dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, jelas bahwa IUP (Ijin Usaha Pertambangan) sudah dikeluarkan oleh Kementerian LHK, tertanggal 9 Juni 2022. Atau, baru seminggu sebelum pertemuan.

 

 

Menurut keterangan wakil dari PT Lisindo Sentosa, Dus Ceme, segala sesuatu terkait dengan kewajiban mereka sesuai kesepakatan tahun 2006, sudah diselesaikan. Itu termasuk transfer dana ke kas daerah dalam 2 kali transfer, masing-masing Rp. 500 juta, dan pemenuhan kesepakatan bersama sebesar Rp. 850 juta dan Rp. 250 juta.

Tetapi, sebagaimana laporan masyarakat adat, masih ada hak-hak mereka yang belum diindahkan. Termasuk, isu penting terkait aspek lokalitas dan kebijkasanaan local (local wisdom), yakni terkait penghargaan terhadap leluhur dan kuburan mereka yang bernilai sejarah tinggi bagi masyarakat adat.

Meski, memang sebagian sudah menerima dana sesuai kesepakatan tahun 2006, akan tetapi, masalahnya, kuburan leluhur menurut masyarakat Lekosambi, tidak termasuk dalam 100 ha sesuai kesepakatan tahun 2006. Tapi, tiba-tiba sekarang diklaim secara sepihak, jika itu termasuk dalam kesepakatan dan peta pertambangan.

Repotnya, peta yang dimaksud tidak pernah dapat diakses oleh masyarakat dan sekarang melarang masyarakat adat untuk memasuki areal pekuburan tersebut.

Karena masyarakat adat, khususnya masyarakat desa Lekosambi berkeras bahwa kompleks pekuburan, tidak termasuk dalam 100 ha kesepakatan tahun 2006, tapi ijinnya diklaim termasuk kuburan oleh PT Lisindo Sentosa, maka informasi yang tersedia berbenturan. Untuk itulah, masyarakat adat menyewa law firm untuk memperjuangkan hak mereka itu.

Melihat bahwa ada beberapa informasi yang tidak bersesuaian, termasuk juga Pemerintah Daerah Nagekeo menegaskan uang transfer Rp. 1 Milyar (2 kali transfer 500 juta) dari PT Lisindo sudah ditransfer kembali. Dan juga soal AMDAL, dipertanyakan pihak Dinas Lingkungan Hidup, maka jelaslah perlu pendalaman lebih jauh.

Karena itu selaku moderator, Senator Angelius pada akhirnya mengusulkan pembentukan team dengan tugas untuk melanjutkan fasilitasi penyelesaian masalah secara kekeluargaan.

Usulan ini juga disetujui oleh Wakil Bupati, Marianus Waja dan meskipun sempat sedikit memanas, namun akhirnya pembentukan team ini, untuk menemukan solusi kekeluargaan dianggap penting bagi semua pihak. Baik masyarakat adat, pemerintah daerah dan juga PT Lisindo Sentosa, sehingga masalah dapat diselesaikan secara komprehensif. 

Senator Angelius menegaskan akan berusaha membantu dan memfasilitasi pembentukan team ini, bahkanpun beliau menegaskan: “Team DPD RI akan serius ikut memantau dan ikut mengawasi team kerja ini, dan jika dibutuhkan masih berkomitmen datang kembali ke Nagekeu sampai masalah ini selesai…. “. Penegasan ini diiyakan senator lainnya dari Komite II DPD RI. (*)