Komite IV DPD RI Gelar FGD Efektivitas UU HKPD Dalam Meningkatkan PAD

DPD RI – Ketua Komite IV DPD RI KH. Amang Syafruddin, Lc., mengatakan, dipilihnya Provinsi Banten sebagai tujuan Kunjungan Kerja DPD RI untuk menyerap aspirasi masyarakat terkait Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Hal itu dikatakan Amang Syafruddin saat membuka Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Efektivitas UU HKPD dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)”, di Kota Serang, Provinsi Banten, Senin (27/11/2023).

Selain Pimpinan dan Anggota Komite IV DPD RI, FGD juga dihadiri Pj. Gubernur Provinsi Banten dan jajarannya, Kepala BPKAD Pemerintah Provinsi Banten, Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu, dan Akademisi dari FEB Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

“Seberapa jauh kita bisa menghadirkan semangat UU HKPD dalam menciptakan kemandirian fiskal di Provinsi Banten,” kata Amang Syafruddin.

Penjabat Gubernur Provinsi Banten, Al Muktabar, mengatakan, secara umum Provinsi Banten patuh dengan berbagai regulasi yang disiapkan, utamanya berbagai aturan perundang-undangan yang sudah disahkan.

Terkait dengan FGD UU HKPD, Pemerintah Provinsi Banten, kata Al Muktabar, berharap banyak agar UU ini mendorong dan mendukung tata kerja pemerintahan daerah dalam kerja pembangunan dan permasyarakatan.

“Banten memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik pasca Covid 19, segala keadaan sudah pulih, sekarang pemerintah daerah konsen untuk menyelesaikan stunting dan gizi buruk, kemiskinan ekstrem dan hal-hal yang terkait dengan itu,” jelas Al Muktabar.

Selain itu, lanjut Al Muktabar, Pemerintah Provinsi Banten juga berupaya mengendalikan inflasi daerah.

“Hal yang cukup baik adalah investasi di Banten beberapa tahun belakangan meningkat cukup signifikan, di mana pada tahun 2022 dan 2023 Banten berhasil melampaui target pembangunan nasional,” ungkapnya.

Koordinator FGD UU HKPD TB. Ali Ridho Azhari, menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya atas kehadiran Anggota Komite IV DPD RI di acara FGD.

“Kami mengucapkan terima kasih kepada Pj. Gubernur Banten dan narasumber lainnya di dalam FGD terkait UU HKPD ini,” kata Ali Ridho Azhari.

Lydia Kurniawati Christyana, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu mengatakan pelaksanaan Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal dilakukan melalui penyerahan kewenangan diikuti dengan penyerahan sumber-sumber pendanaan atau berdasarkan prinsip money follows functions dan money follows program salah satunya penyerahan kewenangan fiskal dari otoritas Negara kepada daerah otonom melalui kewenangan untuk mengelola pendapatan perpajakan.

“UU HKPD sebagai produk implementasi kebijakan Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal menjadi instrument untuk mendorong penguatan local taxing power melalui kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mengedepankan simplifikasi dan integrasi namun tetap menjaga iklim berusaha yang kondusif,” ucap Lydia Kurniawati Christyana.

Pemerintah Provinsi Banten yang diwakili oleh Rina Dewiyanti, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten menyatakan pelaksanaan UU HKPD ini akan berdampak bagi Pemerintah Daerah.

“Semoga saja dengan adanya UU HKPD ini ke depan Kabupaten/Kota bisa memanfaatkan seluruh potensi yang ada untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Rina Dewiyanti.

Sugiyarto, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Provinsi Banten menyampaikan bahwa tujuan UU HKPD adalah untuk memperkuat desentralisasi fiskal guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

“UU HKPD mendorong pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Sugiyarto.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA), Hady Sutjipto mengungkapkan, berdasarkan kajian yang dilakukan Bappenas dampak TKD terhadap komposisi belanja di daerah.

“Pemerintah Daerah sebagian besar masih bergantung pada TKD dari Pemerintah Pusat,” ujar Hady Sutjipto.

 

 

Anggota Komite IV DPD RI Fadel Muhammad, menyampaikan pertanyaan tentang implementasi kebijakan fiskal di Indonesia dibandingkan dunia tidak terlalu baik implementasi fiskal di Indonesia.

“BPK mencatat 80,7% Pemda belum termasuk kategori mandiri dari kategori fiskal, artinya 80,7% Pemda ini masih tergantung pada TKD dari Pusat, artinya ini ada masalah yang besar terkait pengelolaan keuangan pemerintah daerah ini, oleh sebab itu kita harus mendaur ulang pola pemerintah daerah ini untuk menciptakan daerah-daerah yang mandiri,” kata Fadel.

Anggota Komite IV DPD RI Jimly Assiddiqie, menjelaskan, UU HKPD ini sebagai regulasi yang baru, perlu pemerintah pusat pemerintah daerah menyesuaikan regulasi turunannya.

“Oleh sebab itu saya mengusulkan agar pemerintah daerah berinisiatif membuat regulasi turunan dari UU HKPD ini, setelah itu nanti berkoordinasi dengan pemerintah pusat,” saran Jimly.

Dikatakannya, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) sudah diadopsi omnibus legislative technic.

“Teknik omnibus ini bukan hanya untuk pembentukan Undang-Undang di Pemerintah Pusat, tetapi juga dipakai untuk di tingkat daerah,” ungkapnya.

Anggota DPD RI asal Provinsi Bali Made Mangku Pastika mengatakan kehadiran UU HKPD pada dasarnya sangat baik.

“Secara idealis UU HKPD ini filosofinya sangat bagus, tapi dalam pelaksanaannya undang-undang ini berpotensi untuk menciptakan kerugian pada Pemerintah Daerah,” ujar Made Mangku Pastika.

Dijelaskannya, secara umum UU HKPD ini hadir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, oleh sebab itu penerapannya sejatinya juga mampu menjawab berbagai kegelisahan masyarakat Indonesia terkait dengan desentralisasi keuangan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Kebijakan PDRD dalam UU HKPD hadir dalam rangka mendorong Pemerintah Daerah untuk memperkuat local taxing power dan meningkatkan kemandirian fiskal daerah meskipun demikian kebijakan tersebut diharmonisasikan dengan pemungutan perpajakan yang tetap menjaga kemudahan berusaha di daerah Beberapa key policies PDRD dalam UU HKPD.

Antara lain (a). menurunkan administration dan compliance cost melalui restrukturisasi jenis pajak daerah berbasis konsumsi dan rasionalisasi jenis layanan retribusi daerah, (b). perluasan basis pajak dengan hadirnya opsen pajak provinsi dan kabupaten kota sebagai pengganti skema bagi hasil dan penyesuaian kewenangan serta perluasan objek pajak melalui sinergitas pajak pusat dan pajak daerah dan harmonisasi dengan peraturan perundang undangan lain.

UU HKPD memperkenalkan opsi yang dimaksudkan untuk mempercepat penerimaan bagian PKB dan BBNKB bagi kabupaten kota serta dan memperkuat sinergi pemungutan pajak antara provinsi dan kabupaten kota.

Masa peralihan PDRD secara umum paling lama 4 Januari 2024 sedangkan untuk PKB, BBNKB, Pajak MBLB dan opsennya berlaku paling lama 4 Januari 2025. Penyelesaian penyusunan Perda PDRD berikut dengan perangkat pendukungnya secara tepat waktu menjadi salah satu kunci implementasi UU HKPD secara optimal guna mengantisipasi potensial loss PAD dan mendorong peningkatan kemampuan keuangan daerah. (*)