Komite II Gali Informasi Empiris Penyusunan Naskah Akademik Perubahan UU 41 Tahun 2009

DPD RI – Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan atau disingkat UU PLP2B telah memasuki usia lebih dari 10 dekade. Selama perjalanan undang-undang ini ditemukan permasalahan dalam implementasinya yang dipengaruhi berbagai faktor. Di antaranya faktor ekonomj, sosial, lingkungan hidup, dan perkembangan dunia Internasional.

Komite 2 DPD RI sebagai salah satu alat kelengkapan DPD RI yang memiliki kewenangan bidang legislasi di bidang sumber daya ekonomi berinisiatif menyusun RUU Perubahan atas Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B).

Penelitian empiris merupakan rangkaian awal penyusunan naskah akademik dan RUU PLP2B untuk memperoleh data dan informasi di Daerah. Salah satu daerah yang menjadi lokasi penelitian empiris adalah Provinsi Sulawesi Selatan. Kegiatan ini dilakukan oleh Kesekjenan Komite II DPD RI bersama Tim Ahli RUU dan Tenaga Ahli Komite. Komite II DPD RI bekerja sama dengan Universitas Hassanudin, Makassar, menyelenggarakan kegiatan tersebut dalam bentuk Focus Group Discussion dengan mengundang sejumlah akademisi, perwakilan dari pemerintah daerah provinsi Sulawesi Selatan, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).

 

 

Dalam sambutan pembukanya, Prof. Dr. Ir. Salengke, Sc. selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Hassanudin menyambut baik inisiatif dari Komite 2 DPD RI. “Kami mengapresiasi DPD RI atas inisiatifnya untuk melakukan evaluasi dan menyusun naskah akademik RUU perubahan UU 41 Tahun 2009 tentang PLP2B. Harapannya, kegiatan ini dapat memberikan masukam dan menghasilkan regulasi sebagai solusi, khususnya permasalahan lahan pertanian mencapai ketahanan pangan Indonesia” ujarnya.

Mediana Pongsitanan, Kabag Komite II DPD RI sekaligus Ketua Tim Perwakilan Sekretariat Komite II DPD RI, dalam sambutannya mengatakan bahwa “inisiasi penyusunan naskah akademik RUU tentang PLP2B ini adalah hasil inventarisasi masalah yang telah dilakukan DPD RI, dimana temuannya bahwa di banyak daerah telah terjadinya alih fungsi lahan pertanian, minimnya minat generasi muda terhadap bidang pertanian, dan semangat pengembangan sektor pertanian tidak sejalan dengan kearifan lokal”.

FGD ini diawali dengan sesi pemaparan yang disampaikan oleh Tim Ahli RUU, Dr. Ir. Umar Mansyur M.T.. ia menyampaikan kondisi faktual lahan pertanian dan bebagai masalah dalam pengelolaannya. Disampaikan pula bahwa “berdasarkan kajian awal, Sulawesi Selatan dipilih karena memiliki luas lahan pertanian pangan terluas pertama setelah Jawa Timur” ujarnya.

Sejumlah akademisi, perwakilan dari pemerintah daerah kota/kabupaten, dan perwakilan masyarakat menyampaikan masukan dalam penyusunan Naskah Akademik. Prof.Dr.Ir.Muh.Hatta Jamil, S.P., M.Si.,Guru Besar Fakultas Pertanian Unhas menyoroti banyak faktor yang menghambat pembangunan pertanian, dikatakannya bahwa “58% tenaga kerja pertanian berusia 45tahu ke atas dan 74,89% petanj berpendidikan paling tinggi Sekolah Dasar”. lanjutnya, ia juga menegaskan, “peraturan perundang-undanga sudah sangat lengkap, permasalahan terdapat pada implementasi hingga ke daerah agar tujuan dari PLP2B terwujud”.

Dari perpsektif tata ruang, Dr.Eng.Abdul Rachman Rasyid, M.Sc., menegaskan bahwa permasalahan implementasi perlindungan LP2B belum maksimal dilaksanakan. Pada tahap Perencaan tata ruang, penetapan lokasi LP2B dilakukan oleh masing-masing instasi, sehingga data LP2B yang beragam, dan sumber spasial yang berbeda-beda. Pada tahap Pemafaatan Ruang, Lokasi pertanian pangan
berkelanjutan dalam proyek strategis nasion tidak dikenakan kewajiban penggantian lahan dan Pemanfaatan lahan mengejar
kuantitas bukan kualitas yang mengenyampingkan lingkungan hidup. Selanjutnya, pada tahap pengendalian, masih banyak daerah yang belum memiliki membentuk peraturan daerah tentang PLP2B, keterbatasan biaya, dan insentif yang kurang efektif.

Produk hukum daerah sebagai landasan hukum penyelenggaraan PLP2B sangatlah penting. Hal ini ditegaskan oleh Dr. Kahar Lahae, S.H., M.Hum., Dosen Fakultas Hukum Universitas Hassanudin, “Dikatakan terjadinya alih fungsi lahan pertanian apabila lahan tersebut telah ditetapkan sebagai LP2B, sehingga jika belum ada penetapan, maka tidak dapat disebut terjadinya alih fungsi lahan”. Untuk itu, ia menyampaikan bahwa untuk memberikan perlindung hukum kepada petani, pemerintah daerah perlu membentuk peraturan gubernur atau peraturan bupati/kota sesuai kewenangannya.

Pada sesi diskusi sejumlah guru besar Universitas Hassanudin, pemerintah daerah, dan perwakilan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) memberikan masukan terkait materi empiris untuk memperkaya penyusunan naskah akademik RUU PLP2B. Diantaranya mengenai penyusunan perencanaan LP2B, pengendalian, pengawasan, perlindungan dan pemberdayaan Petani, partisipasi masyarakat, dan penegakkan hukum.

Diskusi ini juga dihadiri oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sulsel, Dinas Tata Ruang Provinsi Sulsel, Badan Pengembangan dan Penelitian Daerah Provinsi Sulsel, Kanwil Badan Pertanahan Nasional, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsk Sulsel, Biro Hukum Setda Provinsi Sulsel, LSM The Gowa Center, para Dosen dan jajaran Civitas Akademika Universitas Hassanudin; dan para pemangku kepentingan lainnya.(*)