DPD RI – Komite II DPD RI memandang penting untuk segera merevisi Undang-Undang (UU) No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Lantaran, permasalahan sampah di Indonesia sudah menjadi masalah nasional yang harus segera dicarikan solusinya.
“UU ini memang harus segera direvisi. Masalahnya, permasalahan sampah sudah menjadi masalah nasional,” ucap Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin saat RDPU di Gedung DPD RI, Jakarta, Senin (3/2).
Dalam RDPU itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Riau Edwin Pratama Putra menjelaskan seharusnya permasalahan pengelolaan sampah bisa diatur secara detail dalam perangkat desa dan kelurahan. Karena selama ini setiap desa mendapatkan dana desa, maka dana tersebut bisa digunakan untuk pengelolaan sampah.
“Sekarang ada dana desa. Dari pada dana desa itu tidak jelas, maka bisa digunakan untuk pengelolaan sampah,” harapnya.
Edwin juga menjelaskan pelaku usaha atau produsen juga harus bisa memikirkan pasca dari penjualan produknya.
Untuk itu sebelum izin perusahaan terbit maka seharusnya diperhatikan Amdal atau regulasi pasca konsumsi.
“Pihak perusahaan harus memikirkan pasca penjualan produknya. Maka harus ada Amdal atau regulasi pasca konsumen,” lontarnya.
Di kesempatan yang sama, Guru Besar Pengelolaan Udara dan Limbah, Institut Teknologi Bandung Enri Damanhuri menjelaskan pengalaman rutin secara visual dan estetika setiap hari, sampah selalu berserakan di tempat-tempat umum khususnya pasar, keramaian, dan sebagainya.
Bahkan, sungai dan saluran drainase terisi sampah.
“Tidak hanya itu sampah di TPS tidak terangkut, berserakan, dan tidak terurus dengan baik. TPA andalan utama sebuah kota selalu bermasalah. Ini lah masalah kita sehari-hari yang sering kita jumpai,” paparnya.
Enri menilai kota bersih tidak ada kaitannya dengan kondisi TPA atau kurangnya truk pengangkut. Padahal secara seksama aturan hukum atau Perda sudah ada tapi kenyataannya tidak berjalan.
“Budaya takut dan malu buang sampah belum ada, semampu apapun manajemen pemerintah kota, persoalan tersebut akan tetap dijumpai setiap hari bila penegakan disiplin dan koordinasi antar dinas misalnya Dinas Kebersihan dengan Dinas Pasar tidak berjalan,” kata Erni.
Di tempat yang sama, Ketua Indonesia Solid Waste Association Sri Bebassari membenarkan bahwa seharusnya yang lebih bertanggungjawab terkait sampah adalah produsen atau pabrik-pabrik. Karena selama ini masyarakat hanya konsumen, bukan faktor utama.
“Jadi kalau dilihat dari hulu harusnya perusahaan lebih bertanggungjawab. Jangan masyarakat yang selalu disalahkan,” lontarnya. (*)