DPD RI – Komite II DPD RI menilai Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah harus direvisi sesuai dengan perkembangan zaman.
Lantaran, situasi saat ini persoalan sampah yang begitu besar dan harus segera diantisipasi oleh pemerintah.
“Undang-undang (UU) Tentang Pengelolaan Sampah perlu direvisi karena berkaitan dengan perkembangan zaman. Perkembangan situasi saat ini sudah luar biasa, banyaknya sampah yang menumpuk dimana-mana. Jangan salahkan gunung, mungkin sumbatan-sumbatan sampah membuat gunung baru akibat sampah,” ucap Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai saat RDPU membahas ‘RUU tentang perubahan atas UU No. 18 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Sampah’ di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Yorrys berharap pandangan masyarakat tentang sampah harus diubah.
Awalnya sampah yang dianggap merupakan sebagai barang tidak berguna atau sumber masalah, namun sekarang harus sebaliknya yaitu sampah menjadi sumber rezeki.
“Tentu kita juga memandang bahwa awal mula sampah ini sumber masalah, namun dengan adanya UU yang mengharuskan ada sebuah badan tersendiri mungkin sampah bisa menjadi rezeki,” harapnya.
Senator asal Papua itu menjelaskan DPD RI juga berkeinginan bahwa badan pengelola sampah bisa menjadi rekomendasi utama. Sehingga UU yang mau direvisi ini bisa dijalankan.
“Semoga UU ini menjadi produk yang bisa memperkaya. Kami berharap UU yang akan kami sampaikan ini ke DPR RI bisa terwujud,” tuturnya.
Yorrys juga berharap masyarakat bisa mengurangi penggunaan bahan plastik di lingkungan sekitarnya. Selain itu, masyarakat juga perlu digerakkan deklarasi Gerakan Nasional Pemanfaatan Sampah, bahkan memberikan insentif bagi pelaku usaha yang ingin coba memasuki bisnis persampahan baik insentif perizinan maupun perpajakan.
“Perlu juga direkomendasi sementara Badan Pengelolaan Sampah Nasional (BPSN) kita bentuk, juga direkomendasi soal dinas yang mengelola sampah,” terangnya.
Sementara itu, Anggota Komite II DPD RI Riri Damayanti menilai ada beberapa persoalan besar yang harus segera dilakukan oleh Pemerintah untuk menangani masalah persampahan.
Pertama perlunya ada deklarasi gerakan nasional pemanfaatan sampah, kedua pentingnya segera membentuk badan pengelolaan sampah nasional dan kampanye anti plastik secara nasional.
“Meski demikian, Pemerintah Daerah tetap dapat berinsiatif menggerakkan sosialisasi memanfaatkan sampah menjadi barang yang berguna secara masif tanpa menunggu pemerintah pusat,” kata Riri.
Riri menambahkan sosialisasi memanfaatkan sampah menjadi rupiah dengan cara diolah menjadi barang berguna itu adalah cara efektif dalam menanggulangi sampah.
“Bukan hanya dipandang sebagai perusak lingkungan hidup, namun jika benar diolah dapat menjadi penghasilan masyarakat,” terangnya.
Di kesempatan yang sama, Pakar Persampahan Sodiq Suhardianto menjelaskan persampahan di Indonesia ini sudah sangat rumit. Karena pertama kali UU No. 18 Tahun 2018 ini telah diamanatkan dari open dumping menjadi sanitary landfill.
“Persampahan di Indonesia akan jalan apabila ada niat dan ada tekad dari pengambil kebijakan. Selama ini bahwa di Indonesia yang menanganinya adalah Kementerian PUPR dan Kementerian LHK.
“Dua-duanya sampai saat ini apa yang dilakukan? Saya adalah pengkritik pertama sepuluh tahun yang lalu bahwa Kementerian PUPR itu membagikan besi tua ke seluruh kabupaten, saya buktikan semua alat yang dibagikan menjadi besi tua. Yang kedua Kementerian LHK sekedar membuat Adipura,” kata Sodiq. (adt)