Gelar RDPU, Komite II DPD RI Gali Informasi soal Pengelolaan Sampah

DPD RI – Permasalahan pengelolaan sampah di Indonesia seakan tidak ada habisnya untuk dibahas, apalagi diselesaikan.

Peningkatan volume sampah, peningkatan populasi manusia dan pola konsumsi masyarakat yang besar menjadi salah satu penyebabnya.

Untuk itu Komite II DPD RI melakukan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas UU No. 18 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Sampah. 

 

“Kami sangat menanti masukan-masukan atas pengelolaan sampah di daerah-daerah. Untuk di daerah saya yang merupakan provinsi baru yaitu Kalimantan Utara (Kaltara). Kaltara sangat menanti informasi soal pengelolaan sampah,” ucap Wakil Ketua Komite II DPD RI Hasan Basri saat RDPU terkait penyusunan RUU tentang perubahan atas UU No. 18 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Sampah di Gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (22/1/2020).

 

 

Hasan menjelaskan selama ini Kaltara mendapatkan bantuan berupa truk sampah dari Jepang. Namun pemberian truk sampah ini telah berusia lebih dari 20 tahun.

“Jadi sebenarnya Jepang mengirimkan sampah ke kita. Tetapi kita gunakan,” bebernya.

Sementara itu, Anggota DPD RI Provinsi Kalimantan Timur Aji Mirni Mawarni menilai sejauh ini pemerintah pusat dan daerah kurang mensosialisasikan bank sampah di daerah.

Untuk di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Malang bank sampah sangat populer bahkan pihak swasta juga berperan.

“Di Kalimantan Timur kurang begitu populer istilah bank sampah. Untuk itu pusat dan daerah harus lebih sering mensosialisasikan bank sampah. Lebih bagus lagi, swasta juga diikutsertakan,” ujar anggota Komite II DPD RI ini.

Di kesempatan yang sama, Senator asal Provinsi Maluku Utara Namto Roba menceritakan pengalaman dirinya dalam menyelam (diving) di Indonesia.

Berdasarkan pengalamannya, di Pulau Jawa tidak terlalu banyak sampah baik di permukaan atau di dalam laut.

“Berbeda dengan di Pulau Madura dan Bali banyak sekali sampah plastik seperti botol dan kantong di dasar laut. Ini kan sangat disayangkan, sehingga menganggu pertumbuhan ekosistem laut,” terangnya.
 
Selain itu, Green Indonesia Foundation Asrul Hoesein menjelaskan permasalahan sampah merupakan hal yang sangat membutuhkan perhatian serius dan fokus.

Lantaran, sampah sudah menjadi masalah global sehingga kegagalan dalam pengelolaan sampah berimbas pada menurunnya kualitas kesehatan warga masyarakat, merusak estetika kota, mengguras APBD, dan CSR.

“Dalam jangka sampah bisa mempengaruhi arus wisata serta investor ke daerah,” ujarnya.

Menurut Asrul, menjadi keharusan bersinergi antar semua pihak atau stakeholder dampak dari sampah. Namun pada prinsipnya sampah di Indonesia harus dikelola secara komprehensif, bukan semata sampah plastik karena semua saling mendukung dalam implementasinya.

“Pada dasarnya, sampah mudah dikelola bahkan persampahan sudah cukup memadai. Hanya saja pemerintah pusat perlu membuat road map nasional yang menjadi pedoman dasar bagi Pemda kabupaten dan kota,” ucapnya.

Sedangkan Ahli Tata Kelola Pemerintah Novel Abdul Gofur menilai UU No. 18 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Sampah belum mendongkrak status sampah menjadi sumber daya.

Pasalnya, saat ini tingkat investasi masih terlampau rendah bahkan komposisi sampah terlalu bervariasi.

“Apalagi sarana dan prasarana saat ini kurang. Selain itu jumlah pengangkutan kurang dan tidak ada pemilahan,” paparnya. (*)