DPD RI – Komite II DPD RI melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum bersama dengan para Pakar Energi dan Akademisi, kemudian dilanjutkan dengan Rapat Dengar Pendapat bersama Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan juga Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas). Rapat dihadiri oleh Surya Darma (Ahli Kebijakan Energi Publik), Rinaldi Dalimi (Guru Besar UI), Paul Butarbutar (Ahli Energi dan Dekarbonisasi) dan dilanjutkan dengan perwakilan pemerintah dari empat kementerian pada Senin, 29 Agustus 2022 di Kantor DPD RI, Jakarta.
Rapat tersebut dimaksudkan untuk memperoleh pandangan dan pendapat yang lebih komprehensif tentang Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) sebagai sebuah RUU Inisiatif DPR RI. RDPU dipimpin oleh Ketua Komite II DPD RI, Yorris Raweyai Senator asal Papua dan kemudian dilanjutkan oleh Wakil ketua Komite II DPD RI, Bustami Zainudin pada RDP bersama dengan kementerian. “Setelah surat dari DPR sampai kepada DPD tentang pembahasan RUU EBET, maka Komite II DPD RI segera membuat jadwal untuk pengayaan”, ujar Senator asal Papua tersebut.
Pimpinan Komite II DPD RI menggarisbawahi urgensi kehadiran payung hukum untuk transisi energi berbasis energi terbarukan menuju net zero emission (NZE) pada tahun 2060. Karena tanpa payung hukum yang jelas, komitmen untuk pengurangan gas rumah kaca (GRK) akan sangat sulit diimplementasikan sebab komitmen itu bertumpu pada pengembangan energi terbarukan.
Para ahli energi yang diundang menyoroti bersama komitmen global yang juga menjadi komitmen Indonesia untuk menuju NZE pada tahun 2060. Hanya, beberapa persoalan mengemuka disampaikan terkait dengan RUU EBET tersebut, seperti misalnya penggunaan terminologi energi baru dan energi terbarukan. Energi terbarukan yang dipahami, sesuai dengan perkembangan yang amat pesat terkait perubahan iklim, jelas terkait dengan sumber energi terbarukan. Sementara, konsep energi baru dalam RUU EBET masih memberi toleransi terhadap sumber energi fosil, seperti gassification batu bara.
Hal yang sama, juga ditegaskan oleh Rinaldi Dalimi terkait dengan Energi Nuklir yang masih dikategorikan sebagai Energi Baru. Energi nuklir sudah dianggap tidak baru oleh dunia internasional, dan banyak interpretasi yang keliru soal data cadangan uranium serta pemanfaatan energi nuklir di Indonesia. Belum lagi masalah keselamatan dan risikonya, berhubung Indonesia berada dalam lingkaran ring of fire dan sangat rawan gempa bumi. Negara maju sekalipun, tetap rentan terhadap risiko human error (kesalahan manusia), dalam operasi PLTN, apalagi dengan bencana alam.
Sementara itu, ke-empat kementerian terkait sama-sama memberi apresiasi dan telah berkoordinasi untuk pembahasan RUU EBET. Semua membuka peluang dan memberi tekanan penting atas pengembangan energi terbarukan, meskipun tetap saja memberi peluang besar bagi pengembangan energi baru berbasis fosil.
Wakil Ketua Komite II DPD RI, sekaligus Senator asal Lampung, Bustamin Zainuddin, menutup pertemuan dengan menegaskan bahwa DPD RI berkomitmen penuh mendukung serta mendorong pengembangan Energi Terbarukan. Pembahasan RUU EBET masih akan terus berjalan, dan semoga semakin menegaskan peta jalan transisi energi menuju Zero Net Emission tahun 2060.(*)