Komite I DPD RI Minta Pemindahan Ibu Kota Dilakukan Tidak Tergesa-Gesa, Penuh Kecermatan

DPD RI –  DPD RI menggelar Sidang Paripurna DPD RI (16/12), dengan salah satu agenda laporan pelaksanaan tugas alat kelengkapan. Dalam Sidang Paripurna tersebut, Komite I DPD meminta agar pemindahan ibu kota negara harus memperhatikan berbagai aspek dan kajian agar tidak memunculkan permasalahan kedepannya. 

Menurut Wakil Ketua Komite I DPD RI Ahmad Bastian SY, Komite I DPD RI menilai pemindahan ibu kota negara bukan hanya sekedar membangun dan melakukan pemindahan infrastuktur kantor pemerintahan dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Pemindahan tersebut juga sebuah transformasi baik pada sistem kerja birokrasi pemerintan, SDM, ekonomi dan lingkungan, serta sosial-budaya. 

“DPD RI meminta agar proses pemindahan Ibu Kota Negara dilakukan dengan tidak tergesa-gesa, namun harus dengan cermat dan penuh kehati-hatian dalam setiap tahapan proses pemindahan ibu kota negara,” jelasnya.

Untuk laporan Komite II DPD RI, wakil ketua alat kelengkapan tersebut, Bustami Zainudin menyampaikan laporan pengawasan atas pelaksanaan UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta Perubahannya dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta Perubahannya dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

“Komite II DPD RI pada tahun 2022 yang akan datang, menyepakati menyusun RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi sebagai usul inisiatif DPD RI,” imbuhnya

Komite III DPD RI dalam Sidang Paripurna tersebut telah menyelesaikan penyusunan satu hasil pengawasan atas pelaksanaan UU No. 3/2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.

Menurut Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni, Komite III DPD RI mencatat terdapat temuan seperti rendahnya partisipasi masyarakat dalam berolahraga, minimnya ruang terbuka serta sarana dan prasarana olahraga, optimalisasi pengembangan sport tourism dan e-sport, pembinaan dan peningkatan atlet sejak usia dini, serta pengembangan dan pendanaan di bidang keolahragaan. 

 

 

“Untuk pengawasan penyelenggaraan PON XX Papua, Komite III DPD RI mendorong pemerintah dan pemerintah daerah menjadikan hasil penyelenggaraan PON XX Papua sebagai dasar bagi setiap provinsi, khususnya Provinsi Papua, untuk menetapkan kebijakan pengembangan dan pembinaan atlet yang didasarkan pada potensi cabang olahraga unggulan daerah,” imbuh Sylviana Murni.

Ketua Komite IV DPD RI Sukiryanto menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan UU No. 1/2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Sukiryanto menyampaikan beberapa rekomendasi atas pengawasan UU tersebut. Salah satunya adalah mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk bekerjasama dengan OJK untuk membantu peningkatan kualitas SDM LKM. 

“Komite IV juga mendorong pemerintah daerah turut aktif dalam mengidentifikasi LKM di daerah yang belum terdaftar sebagai LKM sesuai Undang-Undang No 1 Tahun 2013 untuk bertransformasi menjadi LKM sesuai ketentuan UU tersebut,” ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua BULD DPD RI Ahmad Kanedy menyampaikan laporan bahwa BULD DPD RI telah melaksanakan pemantauan dan evaluasi RPP dan Perda terkait implementasi UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja, khususnya terkait perizinan dan investasi di daerah serta pertanahan.

Kanedy menjelaskan bahwa BULD mengeluarkan rekomendasi untuk dibangunnya konstruksi harmonisasi legislasi pusat dengan daerah. 

“Pemerintah juga harus melakukan pengaturan kembali atas kewenangan daerah terkait perizinan berusaha, sehingga pemerintah daerah dapat leluasa dalam melakukan inovasi di sektor pengelolaan sumber daya di daerah seusai dengan ciri otonomi daerah,” ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer DPD RI, Tamsil Linrung menilai, saat ini belum ada perhatian serius dari pemerintah terhadap status kepegawaian tenaga kependidikan yang masih terabaikan oleh perhatian pemerintah.

Pansus tersebut mendesak pemerintah untuk dapat segera menyelesaikan permasalahan guru honorer di Indonesia, mulai dari penerbitan Keppres atas pengangkatan guru honorer, inisiasi grand design tentang guru, perumusan peraturan khusus sebagai dasar hukum guru honorer, evaluasi dan pembenahan proses pelaksanaan program PPPK, serta revisi UU terkait kesejahteraan guru.

“Pemerintah dalam hal ini Presiden, memiliki tanggung jawab besar atas kondisi tersebut. Tamsil meminta presiden untuk peka, tanggap, dan cepat mengatasi persoalan-persoalan akut di bidang pendidikan,” jelas Tamsil.

Saat menyampaikan laporan kinerja PPUU DPD RI, Wakil Ketua PPUU DPD RI Angelius Wake Kako mengatakan bahwa PPUU memutuskan bahwa DPD RI perlu membentuk Panitia Khusus untuk menyikapi hasil putusan MK atas UU Cipta Kerja untuk mempersiapkan rekomendasi materi perbaikan terhadap UU tersebut.

Dalam Sidang Paripurna tersebut, Ketua BAP DPD RI Bambang Sutrisno mengatakan bahwa alat kelengkapannya telah menindaklanjuti berbagai pengaduan masyarakat melalui mediasi dalam upaya permasalahan kasus-kasus sengketa.

Dari tindaklanjut setiap aduan tersebut menghasilkan rekomendasi yang mengarah pada penyelesaian sengketa yang muncul. 

“BAP DPD RI akan senantiasa berperan dalam memediasi pengaduan masyarakat dan menindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, sekaligus mendorong agar lembaga-lembaga atau instansi-instansi sebagai pemegang kebijakan dapat lebih optimal dalam memainkan peran dan fungsinya sehingga permasalahan yang dihadapi warga dapat terselesaikan dan dampaknya dapat dirasakan oleh daerah maupun masyarakat,” ucapnya. (*)