DPD RI – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mendukung penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang akan dimulai 3 Juli 2021. Meski begitu, LaNyalla meminta agar pemerintah melakukan antisipasi dampak dari PPKM Darurat, di antaranya gelombang PHK.
Sebelumnya, Pemerintah telah mengumumkan PPKM Darurat akan dilakukan pada 3-20 Juli 2021 di Pulau Jawa dan Bali. Kebijakan ini dikeluarkan untuk menekan drastisnya lonjakan kasus Covid-19.
“PPKM Darurat memang perlu dilakukan karena kondisi pandemi di Indonesia memasuki masa kritis. Kita tahu penambahan kasus per harinya sudah mencapai lebih dari 20 ribu. Dengan PPKM Darurat diharapkan terjadi penurunan penambahan kasus kurang dari 10 ribu per hari,” tutur LaNyalla, Kamis (1/7/2021).
PPKM Darurat akan diberlakukan di 48 Kabupaten/Kota dengan asesmen situasi pandemi level 4 dan 74 Kabupaten/Kota dengan asesmen situasi pandemi level 3 di Pulau Jawa dan Bali.
Peraturan ini mewajibkan penerapan 100% Work from Home untuk sektor non essential. Untuk sektor essential, diberlakukan 50% maksimum staf Work from Office (WFO) dengan protokol kesehatan, dan untuk sektor kritikal diperbolehkan 100% maksimum staf WFO dengan protokol kesehatan.
Cakupan sektor essential adalah keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non penanganan karantina Covid-19, serta industri orientasi ekspor.
Sementara itu cakupan sektor kritikal adalah energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman dan penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (seperti listrik dan air), serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari.
“Pusat perbelanjaan, mall, dan perdagangan akan ditutup. Kemudian Restoran tidak diperbolehkan melayani dine in dan harus take away. Kondisi ini yang dikhawatirkan akan berdampak terhadap nasib para pengusaha, yang kemudian berkelanjutan kepada para pekerjanya,” kata LaNyalla.
“Selain itu, terdapat 7 juta pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja atau berkurang jam kerjanya. Banyak pekerja yang kemudian tidak digaji atau mengalami pemotongan gaji. Maka ini harus jadi perhatian serius,” tegasnya.