DPD RI – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menggugat 31 korporasi secara perdata terkait kebakaran hutan dan pencemaran lingkungan sepanjang 2015-2021.
Dalam gugatan itu, 14 perkara di antaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan harus membayar ganti rugi. Namun, eksekusinya mengalami kemandekan.
Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Sultan B Najamudin mengapresiasi keputusan pengadilan yang menetapkan korporasi terkait kejahatan lingkungan tersebut divonis setimpal.
“Pelaku kejahatan lingkungan harus bertanggung jawab dan membayar semua kerusakan lingkungan hutan yang ditimbulkan sesuai keputusan pengadilan. Jika ada yang bandel, negara berhak menyita aset perusahaan tersebut”, tegas Sultan.
Menurutnya, kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan bersama Kementerian keuangan RI bisa mengadopsi skema sita BLBI untuk memaksa para terdakwa membayar denda yang telah diputuskan pengadilan. Hal ini untuk mewujudkan kepastian hukum dan menimbulkan efek jera bagi pelaku.
“Negara tidak boleh kehabisan akal dan cara untuk menunjukan ketegasannya di hadapan korporasi. Denda Puluhan triliun rupiah itu tidak sepadan dengan nilai kerusakan lingkungan yang ditimbulkan selama ini. Kami harap pelaku ditindak tegas sesuai keputusan pengadilan”, ujarnya.
Oleh karena itu, ia mengusulkan agar KLHK bersama Kementerian keuangan RI membentuk Satuan Tugas (Satgas), seperti yang diterapkan pada kasus BLBI.
Keseriusan pemerintah dalam menagih denda dari pelaku akan menjaga marwah hukum dan negara.
“Kejahatan lingkungan harus dikategorikan dalam pidana yang bersifat super ekstraordinary. Susah saatnya pemerintah melalui Ditjen Penegakkan hukum KLHK harus diperkuat dengan Satgas yang juga Super Power dalam agenda perlindungan terhadap lingkungan dari kejahatan korporasi dan individu”, tutup Sultan.
Menurut Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan total ganti rugi dari 14 perkara itu sebesar Rp20,7 triliun. Namun, baru 3 perkara yang dieksekusi dengan total ganti rugi yang dibayarkan Rp131,1 miliar. (*)