DPD RI – Ketua Kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di MPR, Tamsil Linrung mengapresiasi Sidang Panel Mahkamah Konstitusi yang membuka kemungkinan mengubah presidential threshold atau ambang batas presiden dari 20 persen menjadi 0 persen.
Hal itu disampaikan Tamsil saat mengikuti sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian materi presidential threshold, Senin (17/1/2022) di Jakarta. Gugatan tersebut diajukan oleh tiga senator DPD, Tamsil Linrung, Fahira Idris, dan Edwin Pratama Putra.
Menurut Tamsil, MK menangkap harapan masyarakat yang menginginkan perbaikan kehidupan demokrasi. Khususnya upaya membuka ruang partisipasi politik yang luas bagi seluruh elemen bangsa agar dapat menggunakan hak pilih dan hak dipilih yang dijamin konstitusi.
“Ini sangat menggembirakan. Memberi harapan yang luar biasa atas pernyataan tiga hakim konstitusi pada hari ini. Terutama dengan Profesor Aswanto tadi yang menyatakan bahwa silahkan sampaikan dalil-dalil yang bisa meyakinkan kepada hakim bahwa legal standing itu bukan saja dari partai, tapi juga dari perseorangan sebagai warga yang memiliki hak pilih,”
Senator asal Sulawesi Selatan ini menambahkan, bahwa dalam safari politiknya bertemu langsung dengan konstituen maupun dalam diskusi-diskusi dan debat-debat publik bersama para pakar hukum tata negara dan ilmu pemerintahan dari berbagai perguruan tinggi, arus aspirasi menghapuskan presidential threshold menjadi 0% sangat deras.
Hal itu lantaran ambang batas pencalonan sebesar 20% yang berlaku saat ini dinilai tidak sejalan dengan upaya penguatan sistem pemerintahan presidensial.
“Dalam sistem presidensial, mestinya muncul banyak kandidat yang betul-betul lahir dari aspirasi rakyat. Mereka yang dipilih langsung oleh rakyat, harus murni merefleksikan kehendak rakyat. Itulah makna dari hak kesamaan kedudukan dalam pemerintahan. Hak dipilih dan memilih yang dijamin konstitusi,” tandas Tamsil.
Sementara itu, dalam sidang perdana pengujian materi presidential threshold, MK membuka kemungkinan mengubah presidential threshold menjadi 0 persen. Namun MK mensyaratkan para pemohon harus bisa meyakinkan MK. Yaitu adanya rasionalisasi baru yang memungkinkan perubahan dalam pendirian atau sikap MK.
“Kalau sekarang ini dalam permohonan ini ada alasan baru dan itu harus dipertimbangkan oleh majelis, bisa saja mungkin ada perubahan dalam pendirian daripada Mahkamah,” kata Manahan Sitompul
Senada, Wakil Ketua MK Aswanto meminta pemohon mampu menjelaskan kerugian konstitusional yang dialami sehingga secara perorangan juga punya legal standing untuk menggugat.
Pasalnya, dalam putusan-putusan sebelumnya, MK menyatakan hanya parpol yang bisa menjadi penguji materi presidential threshold.
“Mahkamah bisa saja melakukan koreksi terhadap putusannya kalau Mahkamah yakin bahwa memang ada dasar-dasar yang kuat yang bisa menjadi dasar bergeser soal legal standing tadi. Saran saya bisa dielaborasi lagi soal legal standing ini bahwa mestinya perseorangan bisa diberikan legal standing. Ini yang kelihatannya belum tampak,” kata Aswanto.
Aswanto menekankan bahwa dalam Putusan MK No.70 Tahun 2020 tertuang untuk yang punya legal standing pemohon Pasal 222 UU Pemilu adalah partai politik.
Akan tetapi, menurut Aswanto, MK bisa mengoreksi keputusan itu bila ada dasar-dasar yang kuat mengenai legal standing perseorangan. (*)