DPD RI – Konflik agraria yang terjadi dalam beberapa waktu belakangan ini, membuat Senator Papua Barat, Filep Wamafma angkat bicara. Menurutnya, salah satu penyebab dari berulangnya konflik agraria tersebut disebabkan oleh lambannya pemerintah menuntaskan persoalan Hak Guna Usaha (HGU).
“Pemerintah memang sangat lamban. Konflik berulang karena mitigasi resiko pemerintah tidak berjalan dengan baik. Padahal masalah HGU di daerah-daerah di Indonesia ini sudah berlarut-larut,” ujarnya saat diwawancarai media (6/10/2023).
“Hasil pemeriksaan KPK saja menemukan ada 8,3 juta hektar (ha) lahan HGU yang belum terpetakan sehingga menimbulkan konflik vertikal. Proses sertifikat luas HGU di Indonesia masih banyak yang belum terpetakan. Ada 1700-an sertifikat yang bermasalah begitu. Kalau kita cek lebih jauh, konfliknya terjadi karena pengukuran tanah HGU sebelumnya masih berdasarkan tanda alam, belum menggunakan sistem proyeksi TM-3 dan karena terbitnya SK penetapan Kawasan Hutan dan Perda RTRW kawasan hutan setelah HGU terbit,” jelas Filep.
Lebih lanjut, Filep menegaskan bahwa seharusnya analisis KPK itu dijadikan dasar untuk membuat kebijakan yang pro rakyat. Pasalnya, sebagai wakil daerah, dirinya kerap menerima keluhan dari masyarakat terkait masalah HGU tersebut.
“Hasil KPK itu seharusnya segera ditindaklanjuti. Saya menerima aspirasi dari masyarakat terkait konflik HGU ini. Maka tentu saya meminta supaya Pemerintah segera tuntaskan persoalan HGU dan persoalan tanah terlantar agar tidak menciptakan konflik antara pemerintah dan masyarakat,” tambah Filep lagi.
“Di sisi lain, meskipun HGU berkaitan dengan investasi, namun investasi tidak boleh meniadakan perindungan dan pengayoman pada masyarakat. Investasi itu penting tetapi jauh lebih penting adalah bagaimana warga negara diberikan jaminan dan perlindungan oleh Negara,” tegas Filep.
Sebagai solusi atas permasalahan ini, Senator Papua Barat itu meminta agar Pemerintah segera mengambil kebijakan taktis.
“Maksud saya adalah bahwa persoalan HGU ini perlu ada penertiban oleh Pemerintah, khususnya HGU yang terlantar. Selanjutnya perlu ada satgas atau lembaga yang khusus menyelesaikan sengketa pertanahan terkait HGU,” ucapnya.
“Menurut saya pemerintah sangat sulit membela rakyat karena alasan legalitas HGU, tetapi jika ada penyelesaian melalui suatu badan atau lembaga yang menangani khusus persoalan pertanahan maka setidaknya persoalan pertanahan HGU bisa diselesaikan. Kita butuh aksi nyata pemerintah seperti itu, bukan dengan cara-cara yang akhirnya melawan rakyat sendiri,” ujar Filep menutup wawancara. (*)