SELASA (22/3/2022), Komite II DPD RI menggelar hearing dengan Kementerian Perhubungan RI. Beberapa hal yang saya soroti berkaitan dengan dinamika aktivitas Bandara Aji Pangeran Tumenggung (APT) Pranoto, Samarinda.
Saya mengonfirmasi ke Menhub sejauh mana proses hibah bandara APT Pranoto ke Pemprov Kaltim, untuk selanjutnya dikelola Angkasa Pura. Mengingat Pemprov masih menunggu kepastian, dan berharap ada PAD dari pengelolaan bandara.
Saya juga mendorong peningkatan fasilitas Bandara APT Pranoto. Terutama pengadaan garbarata, juga mendesaknya perbaikan mesin X-Ray. Saat ini hanya satu mesin yang berfungsi, padahal sudah lebih dari 6 bulan mengalami kerusakan.
Menariknya, Menhub menguak fakta bahwa sejak awal lokasi bandara itu beserta bangunannya sudah bermasalah. Kemenhub justru merugi. Setiap tahun keluar dana sekira Rp100 miliar untuk memperbaiki landasan pacunya.
Kemungkinan faktor ini yang membuat sampai sekarang Bandara APT Pranoto masih dikelola oleh Kemenhub, belum diserahkan ke Angkasa Pura. Kemenhub tengah mencari solusi terbaik agar kedepan pengelolaan Bandara APT Pranoto tidak terus merugi.
Tahun ini, Ditjen Perhubungan Udara menganggarkan Rp100 miliar untuk memperbaiki fasilitas sisi udara. Meliputi runway, taxiway, dan apron. Sebelumnya di 2021, juga dianggarkan perbaikan taxiway baru, karena taxiway yang lama tak memenuhi syarat. Drainase pun rampung diperbaiki.
Tahun 2021, Kemenhub mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pembuatan pararel dan right angle taxiway Bandara APT Pranoto senilai Rp88,62 miliar. Infrastruktur lainnya yang dibiayai lewat Sukuk Negara adalah pembuatan sistem drainase Rp 69,5 miliar.
Sebelumnya, saat saya melakukan kunjungan kerja dan audiensi dengan Kepala Kantor UPBU Kelas I APT Pranoto. terungkap beberapa permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian dan tindaklanjut serius dari Pemprov Kaltim. Masalah ini berada dalam domain pemerintah daerah.
Pertama, terdapat obstacle atau halangan di perpanjangan runway 04 berupa bukit (jalan menuju Kelurahan Budaya Pampang) dengan kemiringan (slope) 4%, pepohonan dan tiang Listrik PLN dengan kemiringan (slope) 6,9%.
Ketinggian obstacle tersebut melebihi standar keselamatan penerbangan; dimana batas maksimal kemiringan (slope) 2% dengan divergen 12,5% melebar dari ujung runway strip. Hal ini dapat mengancam keselamatan penerbangan saat pesawat melakukan proses pendekatan untuk mendarat.
Kedua, terdapat obstacle/halangan di perpanjangan runway 22 (approach area), berupa Tower BTS Indosat, dengan kelebihan ketinggian sekitar 43 m (empat puluh tiga meter).
Saya berharap Pemprov Kaltim bersama Pemkot Samarinda segera menindaklanjuti dan mengatasi permasalahan teknis ini demi keselamatan penerbangan. Sehingga aktivitas Bandara APT Pranoto bisa lebih optimal, termasuk sebagai infrastruktur penyangga IKN Nusantara. (*)