CATATAN AJI MAWAR – Agar Antrean Solar Tak Lagi Mengular

PENANTIAN tanpa kepastian “begitu syulit” dan menyakitkan. Ini bukan soal baper-baperan ala ABG galau; tapi soal antrean panjang solar di daerah penghasil migas di sisi timur Pulau Kalimantan.

Ya, para sopir seringkali menanti tanpa kepastian kapan mereka akan mendapat asupan solar untuk kendaraannya. Mengantre berjam-jam sudah biasa; dua sampai tiga hari di SPBU pun dilakoni. Meski harus berkorban waktu, menambah ongkos makan, hingga tidur di kendaraan.

Para sopir mengandalkan asupan solar agar bisa mencari nafkah. Tak jarang mereka pun kelelahan. Bahkan, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkap fakta bahwa tragedi Muara Rapak, Balikpapan, 21 Januari 2022, salah satunya dipicu sopir yang kelelahan mengantre solar.

Pada sisi lain, pihak Pertamina menyatakan di wilayah Kaltim, realisasi penyaluran Pertalite hingga 14 Agustus 2022 sebanyak 390.332 kiloliter. Adapun kuota 2022 sebesar 515.402 kiloliter. Artinya, kuota tersisa tinggal 125.070 kiloliter hingga akhir tahun.

Sementara realisasi penyaluran BBM solar hingga 14 Agustus 2022 sebanyak 138.022 kiloliter, dari kuota 2022 sebesar 206.182 kiloliter. Pertamina menjamin pasokan BBM subsidi masih mencukupi untuk masyarakat Kaltim. Lantas apa yang terjadi hingga antrean truk di SPBU tetap mengular?

Pertama, kita tak bisa menutupi fakta bahwa ada pihak yang menimbun solar subsidi. Utamanya untuk dijual ke industri. Selisih harga memang menggiurkan. Harga solar subsidi di SPBU Kaltim (per 1 November 2022) Rp6.800. Sedangkan harga Dexlite Rp 18.350 dan Pertamina Dex Rp 18.950.

Fakta tentang aksi penimbunan BBM di Kaltim tak bisa dikesampingkan; beberapa berhasil diungkap aparat. Ada pula pelanggaran yang dilakukan pihak SPBU. Per Agustus 2022, total 33 SPBU di seluruh wilayah Kalimantan terbukti melakukan pelanggaran dalam pelayanan BBM subsidi.

Kedua, bisa jadi ada pihak yang tidak berhak menggunakan solar subsidi ikut mengantre di SPBU. Masalah cara, tentu bisa disiasati. Kendaraan bisa diganti atau dimodifikasi, fuel card atau brizzi pun bisa saja diakali.

Ketiga, bisa jadi kuota BBM tersalurkan penuh, namun lebih sedikit dibanding kebutuhan riil masyarakat Kaltim. Pertumbuhan kendaraan yang pesat merupakan fakta yang tak dapat dipungkiri.

Data Polda Kaltim, total kendaraan bermotor di Kaltim sampai Mei 2022 mencapai 3,1 juta unit, meliputi sepeda motor, mobil penumpang, bus, mobil barang, dan kendaraan khusus. Besar kemungkinan besaran kendaraan pengonsumsi solar juga meningkat pesat.

Setidaknya, ada beberapa upaya yang perlu dilakukan guna mengatasi persoalan klasik antrean solar ini. Sebagian sudah dijalankan, namun perlu penguatan agar output dan outcome-nya lebih baik.

Pertama, perlunya sinkronisasi penetapan kuota BBM sesuai dengan kebutuhan riil daerah. Utamanya disesuaikan dengan data aktual perkembangan jumlah kendaraan di daerah, termasuk kendaraan berbahan bakar solar. Apalagi, hadirnya IKN diyakini akan memperkuat sektor industri di Kaltim, termasuk berbagai sektor pendukungnya. Lalu lintas logistik pun bakal semakin kencang.

 

 

Kedua, evaluasi terhadap efektivitas pemberlakukan fuel card sebagai syarat pembelian solar. Pihak terkait juga perlu mendengar aspirasi para sopir yang kerap kesulitan mendapatkan atau memperpanjang fuel card. Syarat perpanjangan yang harus menyertakan kelolosan uji kir dan memenuhi standardisasi ukuran bak pada truk menjadi tambahan biaya bagi mereka.

Ketiga, perketat pengawasan terhadap distribusi solar subsidi. Pengawasan bisa dilakukan oleh internal Pertamina, pemerintah daerah, Polri, juga TNI. SPBU menjadi titik yang rawan. Bukan rahasia oknum petugas kerap mendapat tips dari pengecer yang bolak-balik membeli bensin. Bukan mustahil ada oknum yang menerima tips dari pihak yang seharusnya menggunakan solar industri.

Keempat, perlunya pembangunan SPBU khusus solar. Pola ini sudah diberlakukan di Balikpapan. Sangat baik bila bisa dibangun di daerah lain di Kaltim. Kelima, dari sisi pendekatan mentalitas, rasanya kian mendesak bagi kita semua untuk membangun budaya jujur. Jujur tak membeli BBM subsidi bila memang tak berhak, dan jujur untuk menjual BBM subsidi hanya pada yang berhak.

Yang pasti, persoalan antrean solar ini sungguh mengganjal perasaan. Pasalnya, Kaltim merupakan daerah andalan penghasil migas di republik ini. Sungguh ironi jika rakyatnya harus terus mengantre panjang. Rupanya, tak hanya urusan Dana Bagi Hasil (DBH) yang kecil, kuota BBM pun pas-pasan. (*)