BULD DPD RI Sarankan Bentuk Regulasi Baru Bidang Pertambangan

DPD RI – Badan Urusan Legislasi Daerah Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (BULD DPD RI) meminta penjelasan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait kebijakan nasional di bidang pertambangan mineral dan batubara, energi baru, terbarukan dan konservasi energi, serta implikasinya.

Ketua BULD Stefanus BAN Liow menjelaskan regulasi nasional terkait pertambangan mineral dan batubara, energi baru, terbarukan dan konservasi energi, berimplikasi pada kebijakan pengelolaan pertambangan lingkungan hidup di daerah, untuk itu perlu penyesuaian secara cepat dalam pembentukan regulasi baru.

“Regulasi nasional ini berimplikasi pada daerah dan kewenangannya untuk memberikan perizinan serta produk hukum di bidang pertambangan mineral dan batubara,” ucap Stefanus di Gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (28/9).

Senator asal Sulawesi Utara itu berharap daerah cepat melakukan penyesuaian melalui perubahan atas Peraturan Daerah (Perda) di bidang pertambangan mineral dan batubara.

Selain itu daerah juga melakukan penyesuaian kegiatan usaha pertambangan dalam kawasan hutan, melalui harmonisasi peraturan perundang-undangan di atasnya. “Tentunya daerah juga harus memperhatikan instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup guna pengendalian atas dampak lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan usaha pertambangan,” terangnya.

Wakil Ketua BULD Abdurrahman Abubakar Bahmid menambahkan kebijakan tersebut sangat berpengaruh kepada daerah. Sejak awal daerah sangat rawan konflik atas kebijakan itu seperti saat pembebasan lahan hingga penerapatannya.

“Daerah sangat terasa sekali seperti akibat kerusakan tambang, dari awal pembebasan, penerapannya hingga bagi hasil. Semua menimbulkan konflik,” paparnya.

Sementara itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Papua Yorrys Raweyai menegaskan bahwa DPD RI hadir sebagai solusi, bukan sebagai pemantik. Dimana pasca putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU No. 11 Tahun 2021 Tentang Cipta Kerja telah menimbulkan perdebatan menyangkut perizinan usaha di sektor pertambangan.

“Putusan MK terkait UU Cipta Kerja sebenarnya menimbulkan kebingungan masyarakat terkait perizinan pertambangan,” terangnya.

 

 

Di kesempatan yang sama, Anggota DPD RI asal Provinsi Aceh Abdullah Puteh mengusulkan adanya biro khusus perizinan pertambangan. Alhasil dengan adanya biro tersebut akan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh perizinan. “Saya mengusulkan adanya biro khusus perizinan tambang. Hal ini sesuai dengan ucapan Pak Jokowi bahwa ‘lebih cepat lebih baik’ sehingga masyarakat mendapatkan perizinan dengan cepat,” lontarnya.

Plh. Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Muhammad Idris F Sihite menjelaskan perizinan usaha di sektor pertambangan minerba pasca UU Cipta Kerja harus sesuai dengan wilayah hukum pertambangan. Jadi wilayah itu meliputi ruang darat, ruang laut, tanah di bawah perairan, dan landas kontinen.

“Apabila wilayah tersebut akan diusahakan, maka terlebih dahulu ditetapkan menjadi wilayah pertambangan. Prosesnya harus melibatkan Pemda serta masyarakat dan disesuaikan dengan rencana tata ruang,” beber Idris.

Selain itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Sahid Junaid menerangkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar, tersebar, dan beragam terhadap energi baru terbarukan (EBT). Maka dapat mendukung ketahanan potensi dan pemanfaatan EBT nasional, dan pencapaian target bauran EBT.

“Kita telah memanfaatkan 0,3 persen dari total potensi sehingga peluang pengembangan EBT sangat terbuka. Terlebih didukung isu lingkungan, perubahan Iklim, dan peningkatan konsumsi listrik per kapita,” jelas Sahid. (*)