BAP DPD RI Tindak Lanjuti Lima Aduan Terkait Konflik Tanah

DPD RI – Badan Akuntabilitas Publik (BAP) BAP DPD RI menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait konflik agraria/pertanahan. Sebagai upaya menyelesaikan konflik atau sengketa tersebut, BAP DPD RI menyelenggarakan rapat kerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup (LKHK), Kementerian ATR/BPN, masyarakat sebagai pengadu, dan juga perusahaan yang terlibat di dalamnya.

“Rapat ini bertujuan untuk menindaklanjuti aspirasi dari masyarakat yang disampaikan melalui anggota DPD RI atau kelembagaan,” ucap Ketua BAP DPD RI Ajiep Padindang dalam rapat kerja di DPD RI, Rabu (21/9/2022).

Ajiep menjelaskan bahwa terdapat lima pengaduan yang ditindaklanjuti BAP DPD RI dalam rapat tersebut. Pertama, pengaduan masyarakat Desa Tri Budi Syukur terkait permasalahan Kawasan Hutan Lindung Register 45B Rigis. Kedua, pengaduan terkait jalan umum yang berubah menjadi sebagian wilayah HGU PT. Great Giant Food (GGF), Lampung Tengah. Ketiga, pengaduan terkait permasalahan tanah di Dusun Lamo Padangsalak, Kabupaten Muaro Jambi terkait dengan wilayah HGU PT. Asiatic Persada. Keempat, konflik lahan masyarakat dan HGU PT. Sawit Mas Sejahtera, Desa Tanjung Kupang Baru, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan.

“Dan kelima, pengaduan masyarakat dan tokoh adat di Desa Sekoban tentang tumpang tindih lahan masyarakat Desa Sekoban dengan PT Pancaran Wana Nusa,” imbuh Ajiep yang juga Anggota DPD RI dari Sulawesi Selatan ini.

Dalam rapat tersebut, Anggota DPD RI dapil Lampung Ahmad Bastian menjelaskan bahwa lahan dari kawasan hutan tersebut, dapat dialokasikan untuk masyarakat Tri Budi Syukur melalui program TORA. Sehingga dapat mendorong kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan lahan. Sedangkan untuk pengaduan terkait akses jalan di wilayah PT GGF, Bastian berharap agar terdapat akses jalan yang diserahkan ke pemerintah daerah. Sehingga aktivitas perekonomian masyarakat, seperti hasil perkebunan, dapat dibawa melalui jalan tersebut.

“Saya minta kepada Kementerian ATR/BPN dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada PT Great Giant Food, jika jalan itu dikembalikan ke Pemda, tidak ada yang dirugikan. Bahkan masyarakat juga akan turut menjaga potensi yang ada di perkebunan nanas tersebut,” ucap Bastian.

Terkait aduan dari masyarakat Tri Budi Syukur, Direktur Penanganan Konflik, Tenurial, dan Hutan Adat Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Muhammad Said menyarankan agar masyarakat segera mengajukan akses legal perhutanan sosial ke Pemda yang selanjutnya ditujukan ke KLHK. Menurutnya, terdapat beberapa skema perhutanan sosial. Mulai dari pengajuan sebagai hutan desa, hutan kemasyarakatan jika mencakup beberapa desa.

“Dan ketiga hutan kemasyarakatan. Jika melibatkan banyak orang, bisa membentuk kelompok tani dan menyampaikan usulan penetapannya ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” imbuhnya.

 

 

Sementara itu, menanggapi aduan akses jalan, Direktur Corporate Affair PT GGF Welly Sugiono menjelaskan bahwa, perusahaannya tidak melarang masyarakat menggunakan jalan milik perusahaannya. Namun, dirinya tidak memberikan keleluasaan karena ada kekhawatiran jalan tersebut digunakan untuk membawa hasil tambang pasir yang belum berizin.

“Kalau angkutan ilegal, kami tidak izinkan. Jika legal, kami minta schedulenya yang lewat, supaya bisa kami pantau, karena di situ juga banyak dilewati truk pengangkut nanas,” imbuhnya.

Menanggapi aduan akses jalan tersebut, Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Lampung Tengah Madani mengatakan bahwa instansinya siap memfasilitasi dan siap menyurati Kementerian ATR/BPN agar jalan tersebut menjadi aset Pemkab Lampung Tengah.

“Tapi kami juga meminta masyarakat untuk menjaga lingkungan. Karena yang kami dengar, ada penambangan pasir ilegal. Kita sama-sama menjaga agar lingkungan bisa dinikmati bersama ke depan,” kata Madani.

Sedangkan terkait konflik lahan masyarakat dan HGU PT. Sawit Mas Sejahtera, Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan Brigjen Pol. Widodo menjelaskan bahwa dirinya akan menelusuri laporan terkait aduan tersebut. Sedangkan terkait aduan di Lampung Tengah, dirinya akan berkoordinasi dengan Dirjen Tata Ruang, karena permasalahannya bukan di ranah direktoratnya.

“Dan terkait permasalahan tanah di Dusun Lamo Padangsalak, kita sudah mendekati dengan proses penyelesaian. Namun jika ada masalah lain, perlu dikonfirmasi lagi,” imbuh Widodo.

Menanggapi masalah di permasalahan tanah di Dusun Lamo Padangsalak, Direktur dari PT Berkat Sawit Utama Dani Murdoko mengatakan bahwa perusahaannya tidak memiliki wilayah di Muaro Jambi. Dirinya mengakui, perusahaannya saat ini sedang menangani konflik, namun saat ini sudah di tahap penyelesaian.

“Tetapi tidak dengan teman-teman yang saat ini difasilitasi, karena letaknya sudah tidak sama. Kelompok yang menyampaikan aspirasi hari ini dan yang saat ini ditangani pemerintah, ini berbeda,” jelasnya.

Di akhir rapat, Ajiep meminta Pemkab Lampung Tengah untuk segera memproses surat pembukaan akses jalan bagi masyarakat. Tetapi dirinya berpesan agar proses tersebut dilakukan dengan menghargai keberadaan PT GGF selaku pemilik jalan. Sedangkan terkait aduan dari masyarakat terkait konflik dengan PT. Sawit Mas Sejahtera, Ajiep meminta agar masyarakat yang mengadu dapat bersurat kembali ke Kementerian ATR/BPN agar dapat segera ditindaklanjuti, apalagi kasus tersebut telah berjalan 30 tahun. Dan terkait aduan dari masyarakat Tri Budi Syukur, Ajiep meminta agar masyarakat terkait segera melakukan pembicaraan dengan pihak terkait agar dapat segera ditindaklanjuti.

“Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah siap menindaklanjuti, bapak selanjutnya dapat melakukan pembicaraan dengan Pemdes, Pemkab yang didampingi oleh Pak Ahmad Bastian agar cepat selesai. Ini harus berproses dengan baik,” tutup Ajiep. (*)