DPD RI – Badan Akuntabilitas Publik Dewan Perwakilan Daerah membahas pentingnya implementasi integrasi data secara real time dalam persoalan Kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial/ Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS/JKN) dengan Direktur BPJS/JKN, Kemendagri, dan Kemensos.
BAP DPD RI menemukan beberapa permasalahan dalam implementasi BPJS/JKN sekarang ini, antara lain belum sinkronnya data antara dinas sosial dengan BPJS Kesehatan, pemutakhiran data base dan BPJS yang menjadi beban terhadap APBD, serta proses pelayanan BPJS.
“Data base kepesertaan program JKN seharusnya diintegrasikan dengan data milik kementerian sosial, kemendagri, secara real time dan valid sehingga kemanfaatannya dapat dirasakan baik oleh daerah dan masyarakat,” ujar Ketua BAP DPD RI Ajiep Padindang bersama Wakil Ketua BAP DPD RI Bambang Sutrisno, Mirati Dewaningsih, dan Arniza Nilawati pada rapat tersebut, di Gedung DPD RI Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (1/2/23).
Lebih lanjut Ajiep menerangkan meskipun jumlah kepesertaannya tinggi, namun BPJS Kesehatan sebagai pengelola program JKN-KIS pernah mengalami defisit pembiayaan sebesar 7,95 triliun rupiah pada tahun 2018, defisit 51 triliun rupiah pada tahun 2019, dan defisit sebesar 5,69 triliun rupiah pada tahun 2020 yang dapat mengancam keberlanjutan program. Pada tanggal 1 Januari 2021, pemerintah telah menaikkan iuran JKN-KIS pada semua kelas tetapi upaya ini masih belum dapat mengatasi persoalan defisit dengan optimal.
“BAP DPD RI juga mendorong adanya sinergi dan sinkronisasi data yang kuat antara DPD RI dengan Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan dalam menangani berbagai isu terkait kepesertaan BPJS Kesehatan,” terangnya.
Lanjutnya, selama ini sistem data base kepesertaan Program JKN juga belum mampu merespon dinamika perubahan kependudukan secara real time. Selain permasalahan data kepesertaan, hingga saat ini pemerintah belum mencapai target Universal Health Coverage (UHC) sebagai bagian dari Sustainable Development Goals (SDGs) 3.8, yaitu “Mencapai UHC, termasuk proteksi risiko keuangan, akses pada layanan kesehatan dasar yang berkualitas, serta akses pada obat dan vaksin yang aman, efektif, berkualitas dan terjangkau bagi semua orang”.
“Hal ini disebabkan karena BPJS Kesehatan belum melakukan upaya yang optimal dalam melakukan koordinasi dengan instansi terkait, antara lain untuk memastikan agar pemberi kerja melaporkan dan mendaftarkan tenaga kerjanya menjadi peserta Program JKN,” ucap anggota DPD RI asal Sulawesi Selatan ini.
Menanggapi itu, Direktur Kepesertaan BPJS Kesehatan David Bangun menjelaskan bahwa sampai dengan 1 Januari 2023 peserta JKN-KIS mencapai 249.660.154 jiwa. Data kepesertaan yang dikelola menggunakan NIK sebagai patokan data dan untuk memastikan tidak ada data ganda. Menurutnya data yang diterima adalah dari data kependudukan dan catatan sipil serta mekanismenya disinkronisasi secara web service dan web portal.
“Ke depan melalui sinkronisasi data tidak ada delay informasi dan delay update data, sehingga iuran secara data real lebih valid, kami juga mengembangkan kanal layanan administrasi kepesertaan, informasi pengaduan baik secara tatap muka melalui kantor cabang, mobile CS, Mal Pelayanan Publik dan BPJS Satu. Selain itu pelayanan kami juga bisa diakses di Mobile JKN, BPJS Care Center, Pandawa dan website BPJS Kesehatan,” jelas David Bangun.
Terkait Iuran Program JKN, David Bangun memaparkan bahwa BPJS telah melakukan sesuai Peraturan Presiden No 64 Tahun 2020 dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2022 Tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Pada kesempatan ini, Dirjen Dinas Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh menyampaikan upaya Kemendagri dalam mendukung masalah penganggaran dan mendorong agar pemda dapat menyelesaikannya. Terkait data, Kemendagri juga mendukung penyediaan data Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dan BPJS kami harapkan bisa segera melakukan update secara real time.
“Kami mendorong pelayanan proaktif jemput bola, agar segera terlaporkan jika ada perubahan. Kami juga mengharapkan penduduk yang datanya berubah untuk aktif melakukan perubahan data kependudukan, karena kami sifatnya menerima laporan dan merubah data jika ada permintaan meski sekarang kami sudah jemput bola,” ujar Zudan. (*)