PROVINSI Kaltim sedang berproses menjadi Ibu Kota Negara (IKN) baru. Tak sebatas kabar gembira, momentum ini seharusnya menjadi periode penting dalam mempercepat peningkatan mutu dan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) Kaltim.
Saya memandang pembangunan fisik di IKN “relatif lebih mudah”. Selama dananya memadai (dengan berbagai skema yang legal dan fair), pasca 5 tahun pembangunan fisik, pemindahan bisa dilakukan. Namun kita harus cermat memperhitungkan dampak sosial bagi SDM yang berada di Kaltim.
Daya saing SDM merupakan isu penting dalam perencanaan pembangunan. Kaltim memiliki keunggulan komparatif dengan melimpahnya SDA, yang diharapkan mampu mendongkrak daya saing daerah. Namun faktanya, masih banyak tantangan yang harus segera diatasi.
Aspek daya saing seringkali diukur menggunakan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM); yang mengukur aspek pendidikan, kesehatan, dan perekonomian masyarakat. Posisi Kaltim memang sudah lebih baik dibandingkan provinsi lain di Pulau Kalimantan.
Namun, bila mencermati daya saing antar kabupaten/kota di Kaltim, masih terlihat jelas adanya ketimpangan. IPM 2019 Kota Samarinda, Balikpapan, dan Bontang berada di atas IPM Provinsi Kaltim. Sedangkan empat posisi dari yang terendah adalah Mahulu, Kubar, PPU, dan Paser. Ketimpangan IPM tiap daerah menjadikan daya saing SDM Kaltim secara keseluruhan belum optimal.
Merujuk data RPJMD Kaltim 2018-2023, ada beberapa penyebab ketimpangan IPM. Yakni; belum optimalnya kualitas pendidikan masyarakat dan serapan tenaga kerja, juga derajat kesehatan masyarakat masih harus ditingkatkan, Faktor utama yang sangat mempengaruhi daya saing SDM adalah pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan. Plus faktor keagamaan, sosial, dan budaya.
Belum optimalnya integrasi pendidikan vokasi dengan kebutuhan tenaga kerja industri dan sektor ekonomi lainnya, menjadikan rendahnya penyerapan tenaga kerja produktif oleh dunia kerja. Rendahnya penyerapan tenaga kerja berpengaruh terhadap pemerataan pendapatan.
Tidak meratanya pendapatan mengakibatkan gap kesejahteraan antar masyarakat, terutama tingginya angka kemiskinan di pedesaan dibandingkan perkotaan. Kecepatan laju pembangunan di wilayah tertinggal pun kian sulit mengejar. Pasalnya, pemenuhan kebutuhan infrastruktur pendidikan, kesehatan, dan peningkatan usaha ekonomi relatif terbatas.
Mencermati persoalan serius ini, saya berharap perusahaan yang beraktivitas di Kaltim bahu membahu berkontribusi. Kita harus bekerja keras bersama meningkatkan SDM di Kaltim, sebelum IKN pindah.
Perluasan kesempatan kerja yang kompleks dan dinamis membutuhkan SDM yang mampu bersaing di tingkat daerah, nasional, bahkan internasional. Jangan sampai warga Kaltim hanya menjadi penonton.
Secara khusus, saya berharap semua BUMN yang ada di Kaltim turut andil membantu pemda Kaltim meningkatkan mutu dan daya saing SDM Kaltim. Saya juga mengimbau perusahaan pertambangan, perkebunan, dan bidang lain berkontribusi memberikan beasiswa untuk warga Kaltim. Bukan hanya di ring 1, namun hingga ke wilayah pelosok. Agar efektif, idealnya beasiswa diberikan sampai selesai S1.
Sebelumnya, saya telah mengajak beberapa kepala desa membuat MoU dengan BLK (Balai Latihan Kerja), agar mutu SDM di pedesaan bisa terus ditingkatkan. Ini peluang yang sangat bagus, karena pelatihan di BLK itu gratis, dibiayai oleh negara. (*)