DPD RI – DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) menjadi undang-undang.
Keputusan tersebut diambil dan disepakati pada Rapat Paripurna DPR RI Ke-21 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 di Jakarta, Selasa, yang dimulai pada pukul 10.25 WIB.
“Saya akan menanyakan kembali kepada seluruh peserta sidang, apakah RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dapat kita setujui dan sahkan menjadi undang-undang?” tanya Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar yang memimpin Rapat Paripurna itu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Pertanyaan tersebut dijawab setuju secara serempak oleh anggota dewan sehingga palu diketok oleh pimpinan sidang sebagai tanda pengesahan.
Pada kesempatan itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Budisatrio Djiwandono mengatakan bahwa perubahan terhadap UU Nomor 5 Tahun 1990 diperlukan.
“Seiring dengan perkembangan zaman dan memperhatikan dinamika perubahan strategis lingkungan nasional, global, serta kebijakan internasional, baik dari perspektif sosial, politik maupun ekonomi, maka perlu dilakukan penyesuaian dalam kegiatan konservasi, kejelasan peran dan kewenangan pemerintah, peran serta masyarakat, termasuk masyarakat hukum adat, serta pendanaan dan penyelenggaraan konservasi,” katanya.
Ia menambahkan bahwa materi perubahan pengaturan dalam UU KSDAHE terbaru adalah adanya penambahan Bab 8A tentang Pendanaan, perubahan terhadap Bab 9 tentang Peran Serta Masyarakat, menghapus Bab 10 tentang Penyerahan Urusan dan Tugas Pembantuan, penambahan 8 pasal baru dan perubahan terhadap 17 pasal.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyebut inisiatif perubahan UU Nomor 5 Tahun 1990 oleh DPR RI merupakan langkah yang efektif dalam rangka menjaga potensi dan menjamin keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam sembari membuka ruang akses kesejahteraan masyarakat.
“Revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 menjadi penting dalam upaya menjaga relevansi prinsip-prinsip konservasi yang diperkuat implementasinya dengan kondisi saat ini,” jelasnya.
Proses Revisi Bergulir
Revisi Undang-Undang 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (RUU KSDAHE) hampir selesai. Dalam Rapat Kerja Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Komisi IV DPR RI pada Kamis (13/6), dalam rangka Pengambilan Keputusan Pembahasan tentang RUU KSDAHE telah mendapat persetujuan dengan pendapat mini Fraksi dan DPD RI.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE telah menjadi dasar hukum penyelenggaraan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya selama lebih dari 30 (tiga puluh) tahun, menjadi dasar dan acuan utama dalam pengelolaan sumber daya alam hayati Indonesia, melalui 3 (tiga) pilar konservasi, yaitu: perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati dan genetik sangat vital bagi kehidupan manusia, untuk itu diperlukan pengaturan yang bertujuan untuk melestarikan dan melindungi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, sekaligus dalam upaya peningkatan kesejahteraan, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam hayati, dan pelibatan masyarakat dengan tidak mengabaikan karakteristik dan keberlangsungan hidup ekosistem.
“Revisi UU Nomor 5 Tahun 1990 menjadi penting dalam upaya menjaga relevansi prinsip-prinsip konservasi, yang diperkuat implementasinya dengan kondisi hingga saat ini. Terima kasih dalam proses yang cukup panjang dan cukup berat, sebanyak 24 Pasal dari total 45 Pasal dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tetap dipertahankan,” ungkap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, saat menyampaikan Pendapat Akhir Mini Pemerintah dalam Raker tersebut.
Sebagaimana penyampaian laporan PANJA, dikatakan Menteri Siti Nurbaya bahwa semangat penguatan UU Nomor 5 Tahun 1990 telah disarikan dan dirumuskan juga berkenaan dengan tantangan keterbatasan penyidikan dan sanksi yang belum optimal. Melalui pembahasan intensif rapat-rapat panitia kerja, Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi, secara keseluruhan terjadi perubahan terhadap 21 Pasal dalam UU Nomor 5 Tahun 1990, dengan esensi kebaharuan, mencakup terutama, yaitu:
Pengaturan kegiatan konservasi di KSA dan KPA, kawasan konservasi di perairan, wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil (KKPWP3K), dan Areal Preservasi, yang diharapkan dapat memperkuat penyelenggaraan KSDAHE pada kawasan-kawasan tersebut.
Selain itu, atas perhatian penuh dari Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR RI terhadap ekosistem penting di luar kawasan hutan konservasi dan hutan negara, yang untuk itu telah diformulasikan dalam format baru pada RUU KSDAHE dengan tujuan untuk menjamin penerapan prinsip konservasi di luar areal KSA, KPA dan KKPWP3K, melalui pengaturan Areal Preservasi. Dengan demikian, ekosistem penting termasuk keberadaan tumbuhan dan satwa liar di luar KSA, KPA, dan KKPWP3K mendapatkan kepastian hukum dalam pengelolaannya ke depan.
Berikutnya, Penguatan Larangan, Sanksi dan Pidana, telah berhasil dirumuskan untuk menjaga keutuhan KSA dan KPA dengan norma larangan tindak pidana di bidang tumbuhan dan satwa liar termasuk kejahatan yang mempergunakan media sosial. Demikian pula klausul mempertegas dan memperberat sanksi pidana termasuk pemberatan sanksi untuk korporasi; serta sanksi pidana tambahan antara lain pembayaran ganti rugi; biaya pemulihan ekosistem; serta biaya rehabilitasi, translokasi, dan pelepasliaran satwa. Atas ketegasan dan langkah menuju law enforcement dalam menjaga konservasi habitat dan spesies ini sangat kita hargai bersama.
Selanjutnya, Aspek pendanaan untuk biodiversity menjadi perbincangan hangat secara internasional dan kita tahu tidak mudah dalam pengkondisian, penghimpunan, dan untuk implementasinya. Terima kasih bahwa telah dicapai rumusan dan acuan penting nasional aspek pendanaan konservasi dalam pola-pola: dana konservasi, dana perwalian, serta insentif atas kinerja memperkuat penyelenggaraan KSDAHE, dan untuk para pihak yang telah berperan serta, mendukung penyelenggaraan konservasi.
Kemudian, Penguatan Peran Serta Masyarakat telah mengemuka dalam pembahasan dan perumusan. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan konservasi, telah diatur dalam RUU KSDAHE ini, dengan menegaskan posisi dan peran masyarakat, termasuk masyarakat hukum adat, dalam penyelenggaraan KSDAHE, yang diperkuat dengan berbagai instrument kebijakan, yang dalam implementasinya, akan selalu berkaitan dengan berbagai relevansi sosial.
Pada RUU KSDAHE ini juga diakomodir istilah sumber daya genetik dalam aspek pengawetan dan pemanfaatan. Penambahan tersebut lebih bersifat sebagai “payung”, yang mana akan dapat diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Terakhir, RUU KSDAHE ini memandatkan penyusunan 17 Peraturan Pemerintah; dan berkenaan dengan substansi untuk Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut saat ini sedang dipersiapkan dalam waktu singkat untuk dapat mengakomodasi seluruh subtansi yang menjadi concern dari Komisi IV DPR RI dan selama pembahasan RUU ini.
“Untuk itu, dengan ucapan terima kasih Pemerintah menyatakan dapat menyetujui naskah RUU Perubahan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE yang sudah disepakati bersama Komisi IV DPR RI dan Komite II DPD RI untuk selanjutnya masuk proses pembahasan tingkat dua pada Rapat Paripurna DPR RI. Kami menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR RI, Pimpinan dan Anggota Komite II DPD RI, serta Pimpinan Panja G. Budisatrio Djiwandono dan Anggota RUU Perubahan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE,” pungkas Siti Nurbaya.
Dalam Raker gabungan ini bertindak sebagai Pimpinan Rapat yaitu Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Budhy Setiawan, dan dihadiri oleh 40 anggota Komisi IV DPR RI. Turut hadir dari Pemerintah yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, Wakil Menteri LHK Alue Dohong, Sekjen Kementerian Pertanian, Komite II DPD RI, Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, dan perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM.(*)