DPD RI – Senator Papua Barat Dr. Filep Wamafma mengungkapkan sederet persoalan pendidikan dan kesehatan yang hingga kini belum terselesaikan. Menurut Filep kedua sektor itu merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang diprioritaskan dapat terakomodir melalui alokasi dana Otonomi Khusus (Otsus).
Filep menyampaikan sektor pendidikan di Papua Barat masih membutuhkan perhatian pemda terutama di daerah-daerah pedalaman. Diantaranya seperti infrastruktur sekolah, ketersediaan tenaga pendidik dan kependidikan hingga aksesibilitas atau keterjangkauan pelajar lantaran biaya transportasi dan medan yang cukup sulit dilewati.
“Memang kita harus akui masalah pendidikan masih sangat perlu diperhatikan. Soal fasilitas, jumlah tenaga pendidiknya, tendiknya, memang hampir sebagian besar cukup baik di daerah perkotaan, namun lain halnya dengan daerah pedalaman, masih sangat memprihatinkan. Meskipun di perkotaan juga sebagian siswa menjangkau sekolah butuh ongkos transportasi, dan lebih sulit lagi di pedalaman, karena medannya juga sulit,” ujar Filep kepada media ini, Rabu (6/9/2023).
“Lagi, hampir kita temukan di beberapa daerah, sudah ada fasilitas pendidikan seperti ada sekolah tetapi tidak ada guru, kalaupun ada guru, jumlahnya tidak mencukupi sehingga satu dua guru harus mengajar di banyak kelas. Belum lagi kasus guru meninggalkan tempat tugas, karena tidak didukung oleh fasilitas dan kesejahteraan yang cukup. Faktor-faktor ini yang menurut saya perlu menjadi bahan evaluasi kita bersama,” sambungnya.
Menurut Filep Wamafma, masalah pendidikan ini harusnya dapat tertangani melalui pengelolaan dana Otsus khusus bidang pendidikan yang alokasinya mencapai 35 Persen. Lebih jauh, dia berharap secara umum sistem pendidikan di Papua Barat dapat terus ditingkatkan mutu dan kualitasnya.
Pasalnya, banyak negara yang tidak memiliki Sumber Daya Alam (SDA) melimpah sebagaimana Papua, namun dapat maju dan memiliki kekuatan ekonomi berpengaruh di dunia internasional lantaran kemajuan Sumber Daya Manusia (SDM)-nya. Oleh sebab itu, Filep mengajak semua pihak terutama pemda untuk memantapkan mindset membangun SDM Papua Barat yang berkualitas melalui pendidikan, tidak hanya memenuhi kekurangan yang ada melainkan juga meraih standar kualitas pendidikan yang jauh lebih baik.
“Yang diharapkan dari lahirnya Otonomi Khusus bagi Papua ya lahirnya kebijakan pemda yang betul-betul menjawab masalah di akar rumput, di tengah-tengah masyarakat kita. Pemda lah yang memiliki otoritas untuk mengelola keuangan daerah yaitu gubernur dan para bupati untuk menjawab persoalan ini,” ujarnya.
“Saya tahu bahwa setiap daerah memiliki persoalan yang beda-beda dan tentu masalah anggaran menjadi faktor utama. Namun harus diingat pengelolaan sumber dana Otsus harus sesuai dengan peruntukannya. Sehingga bagi saya kita harus berani untuk mengatakan bahwa masalah pendidikan ini masalah yang mendasar dan mari kita siap mengambil risiko apapun karena pendidikan menjadi yang terpenting untuk kemajuan daerah,” ungkap Pace Jas Merah ini.
Kemudian, di sektor kesehatan, Filep menyoroti masalah jaminan kesehatan bagi masyarakat Papua Barat, mulai dari pelayanan kesehatan, ketersediaan fasilitas kesehatan (faskes) dan kesejahteraan para tenaga medis di daerah. Menurut Filep, layanan kesehatan gratis sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama masyarakat dengan keterbatasan finansial.
Selain itu, Filep menekankan perlunya menghadirkan fasilitas teknologi dan tenaga medis di setiap rumah sakit atau puskesmas, terutama ketersediaan dokter ahli dan fasilitas teknologi yang diperlukan sesuai bidang spesialisasinya.
“Harapannya, kita memiliki dokter-dokter ahli atau spesialis, memiliki fasilitas-fasilitas teknologi yang mendukung sehingga masyarakat Papua Barat mendapatkan layanan kesehatan cukup di daerah dan tidak perlu keluar daerah. Karena kualitas layanan kesehatan juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat kita. Saya yakin dokter spesialis di RS mumpuni namun kadang terkendala tidak adanya alat-alat khusus yang mendukung, sehingga pasien harus lari ke dokter praktik, ini butuh waktu dan biaya lagi. Ini tentu harus diperhatikan,” ujarnya.
“Juga masalah keterjangkauan masyarakat terhadap faskes, jangan sampai karena medan yang berat, butuh waktu tempuh yang lama sehingga pasien meninggal dalam perjalanan, terutama di daerah pedalaman. Jadi perlu perhatian juga untuk memastikan layanan kesehatan juga bagi masyarakat yang menggunakan BPJS,” tambah Filep.
Atas kondisi tersebut, pimpinan Komite I DPD RI ini mengajak stakeholder yakni pemerintah provinsi, kabupaten/kota bersama dinas teknis lainnya untuk menangani kebutuhan dan kendala ini diantaranya melalui pengelolaan dana Otsus untuk bidang kesehatan.
“Mari kita juga menghargai para tenaga medis sehingga mereka juga dengan totalitasnya didukung untuk memberikan layanan kesehatan yang prima bagi masyarakat, juga dipenuhi haknya, tunjangan kehidupan atau tunjangan-tunjangan lain sebagai komitmen kita untuk memberikan kesejahteraan bagi para medis. Sekali lagi saya harapkan para guru, dosen dan para tenaga medis diperhatikan betul untuk mendukung jaminan pelayanan dasar bagi Papua yang jauh lebih baik lagi,” pungkasnya. (*)