DPD RI – Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) dalam rangka inventarisasi materi terkait persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2022.
Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2022 akan mengalami beberapa penyesuaian regulasi dan kebijakan, baik yang ditetapkan oleh Pemerintah Arab Saudi maupun Pemerintah Indonesia, misalnya terkait kuota haji (baik reguler maupun khusus).
“Indonesia mendapatkan kuota haji sebesar 100.051 jemaah, jumlah tersebut untuk jemaah haji regular dan jemaah haji khusus,” ujar Ketua Komite III Sylviana Murni pada pembukaan RDP di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (7/6/2022).
Sylviana Murni menambahkan, hal lain yang menjadi sorotan dalam penyelenggaran ibadah haji perihal keuangan haji.
Pemerintah menetapkan kebijakan bahwa calon jamaah haji tahun 2022 merupakan calon jamaah haji tahun 2020 yang telah mengalami penundaan keberangkatan selama dua tahun.
“Calon jamaah haji tersebut harus sudah melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2020, dalam hal ini terdapat selisih antara BPIH tahun 2022 dengan tahun 2020, selisih tersebut menjadi tanggung jawab Pemerintah,” ujar Senator asal DKI Jakarta ini.
Senada dengan Sylviana Murni, Senator asal Riau Misharti mempertanyakan terkait dengan kuota tahun 2022 sebanyak 100.000 jamaah tersebut.
“Terkait dengan kuota tahun 2022 sekitar 100.000 lebih jamaah, banyak yang menanyakan itu, yang saya ingin tanyakan yang menentukan kuota ini dari pemerintah Arab Saudi atau dari Indonesia?” ujar Misharti.
Menjawab pertanyaan tersebut Acep Riana Jayaprawira selaku Anggota Badan Pelaksanaan Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko BPKH menjelaskan bahwa kuota haji ditentukan melalui system e-Haj Saudi.
“Yang menentukan kuota haji sekitar 100.000 jemaah adalah Pemerintah Arab Saudi, besaran kuota tersebut termasuk haji regular dan khusus kuota tersbut sudah ditentukan sejak awal oleh pemerintah Arab Saudi, kuota ini lebih sedikit dari asumsi kuota yang dibahas bukan dari Kementerian Agama (Kemenag) dan DPR,” jawabnya. (*)