DPD RI – Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Sidang Paripurna ke–5 pada Selasa (2/11) secara hybrid di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan.
Dalam Sidang Paripurna tersebut, Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fernando Sinaga menyampaikan laporan kegiatannya di masa reses terutama yang terkait dengan pelaksanaan hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah yang selama ini diatur oleh UU Nomor 2 Tahun 2015 jo UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Senator asal daerah pemilihan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) ini menjelaskan, Pemerintah Daerah di Provinsi Kaltara mendesak Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan mempertimbangkan kebutuhan stimulus tambahan bagi daerah terutama untuk mendukung sektor pendidikan yaitu penanganan guru honorer, pertanian dan UMKM.
“Tambahan stimulus anggaran untuk daerah dilatarbelakangi oleh adanya refocusing APBD untuk penanganan Covid–19 dalam 2 tahun terakhir ini”, ujar Fernando.
Menurut Fernando yang juga anggota Badan Sosialisasi MPR RI ini, dari pengalaman penanganan Covid–19 di Kaltara, Pemerintah Daerah sesungguhnya telah mendapatkan pembelajaran berharga dalam bidang hubungan kewenangan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
“Pembelajaran berharga itu adalah pelaksanaan hubungan pusat dan daerah ini malah seringkali menimbulkan tarik-menarik kepentingan, dengan alasan menjaga kesatuan dan integritas negara. Ini salah satu alasan pemerintah pusat untuk senantiasa mendominasi pelaksanaan urusan pemerintahan dengan mengesampingkan peran dan hak pemerintah daerah untuk ikut terlibat langsung dan mandiri dalam rangka mengelola serta memperjuangkan kepentingan daerahnya”, tegas Fernando.
Karena itu, lanjut Fernando, Pemerintah Daerah di Kaltara sangat mengharapkan DPD RI memfasilitasi evaluasi pembagian urusan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
“Evaluasi harus melibatkan Menteri Dalam Negeri dan jajarannya. Evaluasi ini juga harus mempertimbangkan keberadaan UU Cipta Kerja yang telah merubah pelaksanaan hubungan kewenangan pusat dan daerah yang berdampak pada pembagian urusan. Point yang strategis untuk dievaluasi adalah pembagian urusan pusat dan daerah yang harusnya berbasis pada prinsip otonomi daerah dan alokasi anggaran untuk pemerintah daerah”, tegas Fernando.
Dari aspirasi yang diperoleh melalui reses di Kaltara, Fernando menekankan agar evaluasi pembagian urusan pemerintah pusat dan daerah menitikberatkan pada urusan pemerintahan konkruen, yaitu urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. (*)