HINGGA 15 Agustus 2021, Provinsi Kaltim berada di peringkat kelima total kasus Covid-19 di Indonesia. Jumlah akumulatif pasien positif di Kaltim tercatat 140.240 orang; berada di bawah DKI Jakarta (840.442), Jawa Barat (688.040), Jawa Tengah (447.123), dan Jawa Timur (358.038).
Tanggal 15 Agustus 2021, jumlah kasus positif Covid-19 di Kaltim bertambah 776. Jumlah pasien wafat 63 orang dan pasien sembuh 1.707 orang. Sedangkan di Indonesia, kasus bertambah 20.813. Total kasus RI mencapai 3.854.354, sembuh 3.351.959, dan meninggal 117.588 orang.
Kondisi ini tentu menjadi keprihatinan bersama. Namun juga menjadi ujian kekompakan semua pihak; mulai dari pemerintah, TNI/Polri, tenaga medis dan tenaga kesehatan, masyarakat, hingga dunia usaha dan dunia industri.
Semua elemen memiliki peran penting dan strategis. Terlebih situasi ini melanda ketika momentum HUT ke 76 Kemerdekaan Republik Indonesia; sebuah momentum yang mengandung optimisme, semangat juang, kegigihan, juga kebersamaan. Dengan mengharapkan pertolongan Allah, semoga ujian pandemi ini bisa kita atasi bersama.
Melonjaknya kasus Covid-19 adalah ujian kekompakan kolektif bagi semua elemen, termasuk di Kaltim. Pemerintah sudah bergerak, dengan segala plus minusnya, demikian pula elemen lain. Namun dengan lonjakan kasus, segala daya dan upaya harus dikerahkan, bahkan dilipatgandakan.
Dalam catatan ini, secara khusus saya melihat ada peluang besar yang masih bisa digarap serius. Yakni sinergi pengelolaan CSR dalam mengatasi pandemi. Sejumlah perusahaan telah menyalurkan CSR “masing-masing” untuk penanganan pandemi. Langkah yang baik ini masih bisa dioptimalkan.
“Pengerahan” APBN dan APBD dalam penanganan pandemi tentu masih meninggalkan lubang, celah, atau keterbatasan. Celah inilah yang potensial perlu ditutup dengan CSR.
Apakah mungkin diberlakukan di Kaltim? Tentu saja. Selama ini Pemprov telah menggaungkan rencana sinergi dan “penyeragaman” program CSR berupa Pembangunan Rumah Layak Huni (PRLH). Sebagaimana telah dijalankan Gubernur Isran Noor ketika menjabat Bupati Kutai Timur.
Dalam masa pandemi, tentu lebih mendesak mensinergikan dan “menyeragamkan” program CSR berupa percepatan penanganan wabah Covid-19 di seluruh wilayah Kaltim.
Catatan pentingnya, karena CSR bukan uang negara, maka harus ada mekanisme pengelolaan yang amanah, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan (auditabel dan akuntabel).
Agar tak tumpang tindih, tentu perlu dikoordinasikan secara matang dan cermat, misalnya oleh Forum CSR Kaltim, agar daftar kebutuhan bisa dipenuhi. Kontribusi swasta sangat diperlukan.
Hampir 1,5 tahun melanda, kita belum berhasil melalui pandemi ini. Dana APBN dan APBD sudah terlalu besar digunakan untuk program-program penanggulangan wabah.
PR bersama selanjutnya, bagaimana dana jumbo yang digelontorkan bisa benar-benar efektif dan tepat sasaran. Hemat, cermat, dan tidak mubazir. Termasuk realisasi titah Presiden RI yang meminta penyaluran bansos dipercepat dan biaya tes PCR diturunkan menjadi Rp450.000-Rp550.000.
Warga juga harus terus meningkatkan disiplin prokes, meskipun 18% masyarakat Kaltim sudah divaksin. Karena sudah divaksin tidak berarti kebal. Angka 18% pun masih terlalu kecil untuk daerah yang masuk lima besar jumlah kasus nasional. (*)