DPD RI – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengingatkan seluruh pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) agar amanah dalam menjalankan tugas.
LaNyalla juga meminta aparat penegak hukum menindak tegas siapa pun yang mengkorupsi dana bantuan sosial (bansos).
Hal ini disampaikan LaNyalla menanggapi dugaan korupsi dana bansos yang dilakukan seorang wanita pendamping PKH di Kabupaten Malang, Jawa Timur, berinisial PT.
PT diduga mengkorupsi dana bansos program PKH total mencapai Rp 450 juta. Modus yang digunakan adalah tidak memberikan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) pada sekitar 37 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH di Kabupaten Malang.
Tersangka menyelewengkan dana bansos mulai tahun anggaran 2017 hingga 2020 saat bertugas sebagai pendamping sosial PKH Kabupaten Malang sejak tanggal 12 September 2016 sampai 10 Mei 2021.
Dana bansos dipakai PT untuk membeli kebutuhan pribadi seperti laptop, televisi, mesin printer, lemari es, kompor dan dispenser.
“Saya mengecam tindakan tidak terpuji seorang pendamping PKH di Malang yang memanfaatkan posisinya untuk mencari keuntungan pribadi dari program bantuan sosial bagi masyarakat yang membutuhkan,” kata LaNyalla di sela-sela reses di Jawa Timur, Senin (9/8/2021).
Ditambahkannya, seorang pendamping sosial penyaluran dana bansos punya tanggung jawab besar. Namun, apapun alasannya memotong bantuan untuk orang tak mampu tidak dapat dibenarkan.
“Apalagi pendamping PKH juga sudah mendapatkan honor. Ingat, pendamping sosial penyaluran bansos bukan hanya punya tanggung jawab kepada pemerintah tapi juga ada tanggung jawab moral kepada masyarakat,” sebutnya.
Oleh karena itu, LaNyalla meminta penilap dana bansos untuk dihukum seberat-beratnya. Karena yang diambil adalah hak masyarakat kecil.
“Hukuman yang berat juga akan menjadi warning untuk siapa saja yang berusaha memanfaatkan program-program bansos,” tambah LaNyalla.
PT disangkakan melanggar peraturan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Nomor 02/3/KP/.05.03/10/2020 tentang Kode Etik SDM PKH dan dijerat pasal 2 ayat 1 sub pasal 3 sub pasal 8 UU Nomor 20 tahun 2001 atas perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tersangka terancam pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
“Perlu diingat, ada ancaman mati bagi pelaku korupsi yang berkaitan dengan bencana. Maka pendamping penyaluran dana bansos jangan main-main, karena kondisi pandemi Covid telah ditetapkan pemerintah sebagai bencana nasional non alam. Dana bansos saat ini juga disalurkan untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi,” ucapnya.
LaNyalla pun mengapresiasi jajaran Polres Malang yang telah mengungkap kasus ini. Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu meminta kepada Polri maupun instansi penegak hukum lainnya untuk bisa mengusut kasus lain, termasuk kemungkinan adanya sindikat pelaku pemotongan dana bansos.
Selain Malang, kasus serupa terjadi di Tigaraksa, Tangerang. Kejari Tangerang bahkan telah menetapkan 2 tersangka karena menilap dana bansos sebesar Rp 800 juta periode 2018-2019. Pelaku menyunat dana bansos Rp 50 ribu – Rp100 ribu per kartu keluarga (KK) pada penerima KPM di 4 desa. Untuk wilayah Kecamatan Tigaraksa saja, negara menderita kerugian sekitar Rp 3,5 miliar.
Dengan alasan tersebut, mantan Ketua Umum PSSI itu meminta Kemensos melakukan perbaikan dalam perekrutan pendamping sosial PKH. Sebab kasus penyelewengan bansos oleh pendamping cukup banyak terjadi.
“Pengawasan juga tidak bisa main-main. Karena ini taruhannya adalah banyaknya masyarakat kecil yang tidak mendapatkan haknya akibat ulah pendamping PKH yang tidak bertanggung jawab. Harus dicari pola yang lebih baik lagi supaya dana bansos tidak mudah diselewengkan,” urainya.
LaNyalla pun meminta seluruh elemen masyarakat mengawal penyaluran bansos agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang. Apabila ada indikasi kecurangan, masyarakat diminta segera melapor ke pihak berwajib.
“Ada banyak sarana pengaduan yang telah disiapkan Kemensos, termasuk lewat kanal media sosial. Atau segera datangi polisi jika memang ada bukti kuat korupsi dana bansos. Para senator juga harus mengawal penyaluran dana bansos di daerah binaannya masing-masing. Pastikan dana bansos diterima oleh masyarakat yang berhak,” tutupnya. (*)