CATATAN AJI MAWAR – Kaltim Berhak Dapat Lebih; Strategi Memperbesar Porsi Tanpa Langgar Konstitusi

 
“KALTIM berhak dapat lebih”. Ini bukanlah pernyataan yang dipenuhi ambisi dan ego sektoral. Bukan pula bermuatan “daerah-sentris” yang apatis pada daerah lain dalam bingkai NKRI. Ini adalah aspirasi riil dari kontributor besar pendapatan negara; yang mengharapkan porsi dan proporsi yang lebih adil.
 
Sebagai “heart of Borneo”, paru-paru dunia, sekaligus daerah yang telah dikeruk SDA-nya puluhan tahun, Kaltim berhak mendapatkan alokasi yang lebih besar, termasuk dalam kerangka biaya pemulihan kerusakan lingkungan. Wilayah Kaltim sangat luas. Porsi 4% yang kembali – dari ratusan triliun yang disetor – belumlah cukup untuk membangun hingga ke pelosok Kaltim.
 
Masyarakat di pelosok Kaltim merupakan WNI yang memiliki hak yang sama untuk bisa menikmati air bersih, listrik, infrastruktur jalan. Namun faktanya, sejumlah besar warga masih belum bisa merasakannya.
 
Kaltim meminta, berupaya, dan terus berharap bisa merasakan pembangunan yang merata. Bukan dari uang siapa-siapa. Tapi dari uang Kaltim sendiri. Jika dana perimbangan yang kembali bisa naik hingga 15% atau 20%, plus dikelola secara amanah, Insyaa Allah kesejahteraan akan merata di Bumi Etam.
 
Secara legal-formal, gugatan Judicial Review Kaltim terhadap UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (UU 33 tahun 2004) telah ditolak MK tahun 2012 lalu. Perjuangan menuntut otonomi khusus Kaltim juga kandas. Namun upaya menuntut porsi yang lebih adil harus terus bergulir.
 
 
 
 
Dalam catatan ini, saya mengemukakan beberapa alternatif strategi untuk mendapatkan porsi yang lebih adil bagi Kaltim, namun tetap dalam bingkai konstitusional. Meskipun belum dilakukan revisi regulasi dalam waktu dekat, opsi-opsi ini masih feasible untuk diakomodir.
 
Pertama, memberikan porsi Proyek Strategis Nasional (PSN) yang lebih banyak untuk Kaltim. Pada PSN 2020-2024, dari 13 item yang diusulkan, hanya 3 yang diakomodir pusat. Yakni pembangunan Jembatan Pulau Balang di PPU, pembangunan infrastruktur jalan wilayah perbatasan di Mahakam Ulu, dan jalan layang (tol) Samarinda-Bontang. Padahal item-item usulan lain juga kebutuhan riil daerah.
 
Kedua, menambah alokasi program kementerian/lembaga/BUMN untuk Kaltim. Misalnya; memperluas jaringan listrik dan internet di pedalaman, meningkatkan infrastruktur, perkokoh pertanian, sigap memperbaiki jalan yang rusak sekaligus membangun yang belum terhubung, dan program lain.
 
Ketiga, meningkatkan CSR BUMN untuk warga Kaltim. Akan lebih klop bila pengelolaan CSR BUMN disinergikan dengan program pemerintah daerah, sehingga bisa menambal kekurangan yang tak bisa dijangkau APBD.
 
Keempat, peningkatan participating interest dalam pengelolaan SDA, sehingga daerah bisa mendapatkan deviden yang lebih besar.
 
Kelima, pemberlakuan sejumlah kebijakan yang bersifat asimetris. Misalnya dalam aturan Pajak dan Retribusi Daerah, ada pasal yang menyebutkan pajak alat berat bukan retribusi daerah. Ini sangat merugikan daerah. Karena banyak perusahaan besar yang memiliki alat-alat berat di Kaltim.
 
Keenam, pemerintah pusat mesti mendukung inovasi daerah dalam menggalang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selama dijalankan secara transparan, akuntabel, dengan payung hukum yang kuat, maka semestinya daerah diberi kepercayaan dan ruang gerak nan lebih fleksibel.
 
Perlu kekompakan ekstra dalam memperjuangkan kepentingan Kaltim di tingkat pusat. Semua elemen Kaltim, baik eksekutif daerah maupun legislatif di level daerah dan nasional, perlu terus memperkokoh sinergi. Diperlukan komitmen bersama sekaligus perjuangan yang benar-benar solid.
 
Pada sisi lain, usulan yang disampaikan ke pusat harus benar-benar rasional dan mendesak, berbasis kebutuhan riil, dengan budget yang tepat dan akurat (tidak kemahalan, tidak pula dimainkan). Juga terus diperjuangkan gigih, kompak, dan kritis secara kolektif, bukan semata mengandalkan lobi-lobi ke kanan-kiri.
 
Semoga pemindahan IKN ke PPU dan Kukar menjadi momentum penting bagi Kaltim untuk mendapatkan kembali hak-haknya. (*)