DPD RI – Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI melakukan rapat konsultasi dengan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI atas tindaklanjut Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2019. Sebelumnya, BAP telah mengadakan pertemuan dengan BPK Perwakilan di tiga provinsi yaitu Lampung, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Barat serta ada beberapa hal yang perlu di klarifikasi.
“Dalam kunjungan tersebut, kami menemukan beberapa hal yang perlu kami klarifikasi kepada BPK. Pertama, terdapat beberapa Pemerintah Daerah (Pemda) yang mengalami penurunan opini WTP menjadi WDP,” ucap Ketua BAP DPD RI Syviana Murni di Gedung BPK RI, Jakarta, Rabu (20/11).
Syviana menambahkan Pemda yang mengalami penurunan opini yaitu Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Tasikmalaya, serta Provinsi Jawa Barat. “Bupati kedua Pemda tersebut tertangkap KPK melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT),” tuturnya.
Senator asal DKI Jakarta itu mengatakan permasalahan kedua dari penelaahan kerugian negara dikaitkan dengan opini namun terdapat kondisi bahwa Pemda mendapatkan opini WTP. Padahal kerugian negara lebih besar dibandingkan dengan Pemda yang mendapatkan opini WDP. “Terdapat Pemda mendapatkan opini WTP dalam lima tahun terakhir berturut-turut, namun kerugian negara berfluktuasi dan cenderung meningkat dalam tiga tahun terakhir,” paparnya.
Syviana mempertanyakan apakah efektif persentase tindak lanjut sesuai rekomendasi dalam nilai Rupiah selalu berada bahkan jauh dibawah persentase tindaklanjut sesuai rekomendasi dalam jumlah kejadian. “Apakah langkah itu efektif untuk mendorong percepatan tindaklanjut dan kedua tindakan itu dimungkinkan untuk dilakukan secara paralel,” terangnya.
Syvianan juga mempertanyakan mengenai kadarluasa tuntutan ganti kerugian negara. Persoalan kadaluarsa yang sudah diatur ini penting dikemukakan, karena untuk mengantisipasi persoalan semakin bertambahnya kerugian negara. “Persoalan kadaluarsa ini penting dikemukakan karena mengantisipasi persoalan semakin bertambahnya kerugian negara,” ucapnya.
Sementara itu, Anggota BAP DPD RI Angelius Wake Kako mengatakan bahwa hasil laporan opini BPK bisa menjadi celah bagi kepala daerah. Banyak kepala daerah yang tersandera oleh hasil temuan BPK yang disalahgunakan oleh penegak hukum. “Mungkin ini karena kurangnya pemahaman kepala daerah maka tersandra. Ketika temuan BPK di publish maka ini menjadi celah bagi penegak hukum,” paparnya.
Di kesempatan yang sama, Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan bahwa opini suatu entitas tidak bisa menjadi jamin di tahun berikutnya. Biasanya permasalahan tersebut ketika ada penyelenggaraan Pilkada maka ada keuangan beresiko terhadap belanja barang dan belanja modal. “Kami berhati-hati dalam melakukan pemeriksaan sehingga tidak menimbulkan masalah,” jelasnya.
Menurutnya, BPK telah melakukan pemeriksaan sesuai standar dengan secermat-cermatnya. Untuk itu, kedepan BPK akan melakukan penajaman pada tingkat pemeriksaan. Maka harus berhati-hati terutama kepada aset. “Jika sudah dilaksanakan di pusat maka kami akan melakukan di pemerintah pusat,” kata Agung.
Anggota V BPK Bahrullah Akbar menjalaskan bahwa tidak ada pengaruh OTT dengan opini WTP. Terakit penurunan opini di Kabupaten Mesuji tidak terkait dengan kejadian OTT, yaitu pemberian fee pembangunan proyek infrastruktur. “Hal ini tidak dapat dideteksi dalam pemeriksaan, meskipun prosedur pemeriksaan dirancang dengan berdasarkan pertimbangan resiko terjadinya kesalahan penyajian yang material disebabkan kesalahan atau kecurangan,” pungkas dia. (*)